KPU Disarankan Buat Kode Khusus Untuk Caleg Koruptor

Nasional, Politik492 views

DR Ferry D Liando

METRO, Manado- Mahkamah Agung (MA) membuka jalan bagi mantan narapidana korupsi untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. 

Dimana ‘izin’ dari MA itu tertuang dalam putusan terhadap permohonan gugatan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018. Aturan itu melarang mantan koruptor nyaleg, tetapi digugat karena bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. MA pun sependapat dengan gugatan itu.

“Jadi PKPU itu dinyatakan bertentangan dengan undang-undang,” kata juru bicara MA Suhadi seperti dikutip dari Detik.com, Jumat (14/9/2018).

Permohonan itu diputus pada Kamis, 13 September 2018, oleh majelis hakim yang terdiri dari tiga hakim agung, yaitu Irfan Fachrudin, Yodi Martono, dan Supandi. Melalui putusan itu, maka larangan mantan koruptor nyaleg dalam PKPU tersebut dibatalkan.

“Ya (mantan koruptor boleh nyaleg) sesuai dengan prosedurnya, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 dan putusan MK,” ucapnya.

Dengan putusan itu, PKPU itu bertentangan dengan Pasal 240 ayat 1 huruf g UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 71/PUU-XIV/2016.

Pasal 240 ayat 1 huruf g UU Pemilu berbunyi:

Bakal calon DPR dan DPRD harus memenuhi persyaratan: tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.

Terkait keputusan tersebut, akademisi Kepemiluan sekaligus pengamat politik nasional DR Ferry Daud Liando yang dimintai tanggapannya oleh METRO, menjelaskan bahwa sepertinya MA tunduk pada aspek normatif juridis. 

“Bahwa hak dipilih dan memilih adalah hak yang dijamin oleh UUD 1945 dan hanya bisa dibatasi oleh pengadilan atau UU bukan hanya melalui Peraturan KPU,” ujar dia.

Harusnya, kata Liando, MA tidak hanya menggunakan aspek keadilan normatif dalam membuat putusan. 

“Sebab keadilan hukum tidak hanya tunduk pada aspek yuridis tetapi juga harus mencakup juga aspek filosofis dan sosiologis yang biasa disebut keadilan subtantif,” terang dia.

Hal ini, menurut Liando sesuai dengan fakta sekarang dimana publik lagi terguncang dengan keadaan di Malang dan Jambi yang hampir semua anggota DPRD jadi tersangka karena dugaan korupsi. 

“Kalau saja UU pemilu tidak efektif menjaring caleg berkualitas maka benteng terakhir adalah pada pemilih,” tegas Liando.

Ia juga menilai KPU perlu membuat format kertas suara yang berisi kode bagi caleg mantan narapidana. 

“Masyarakat perlu di advokasi agar jgn memilih caleg yang pernah bermasalah hukum sebelumnya,” tandas dia.

Soal Pakta Integritas yang diteken partai politik untuk tidak mengusung caleg yang punya masa lalu kelam sebagai koruptor, menurut dia harusnya dipatuhi oleh Parpol.

“Di UU nomo 2 tahun 2008 tentang parpol sudah jelas bahwa fungsi parpol itu melakukan seleksi uang sifatnya teebuka dan demokratis. Jika saja semua parpol melakukan ini maka nggak mungkin ada caleg bermasalah yang akan lolos,” kunci Liando.

Penulis: Yinthze Lynvia Gunde

Sumber: Detik

Komentar