Peran Media Menangkal Informasi Hoaks di Masyarakat

METRO, Manado- Indonesia menjadi negara pengakses internet terbesar ke-5 di dunia, dengan jumlah mencapai 202 juta. Dari angka tersebut, sebanyak 170 juta merupakan pengguna aktif media sosial. Data ini menunjukan bahwa masyarakat cenderung memilih media sosial sebagai sarana memperoleh informasi. Sayangnya, media sosial saat ini dinilai menjadi sarana efektif untuk menyebarkan hoaks.

“Informasi yang dibagikan dengan narasi-narasi yang sensasional dan bombastis, perlu diteliti lebih dalam. Konten yang salah ketika konten yang asli dipadankan dengan konteks informasi yang salah,” ujar Ketua Komite Fakta Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia (Mafindo), Aribowo Sasmito, dalam kegiatan webinar bersama awak media di Sulawesi, Selasa (22/6) siang.

Aribowo menghimbau masyarakat untuk membiasakan diri dengan narasi dan metode penyebar hoaks beroperasi. Masyarakat cenderung menyukai informasi yang sensasional dan bombastis. “Solusinya edukasi dari sisi suplai dan demand. Mendidik konsumen untuk stop membeli dan mengkonsumsi informasi hoaks,” katanya.

Direktur Pemberitaan LKBN ANTARA, Munir mengungkapkan bahwa problem terbesar dalam dunia informasi dan komunikasi adalah banyaknya berita-berita yang membuat resah masyarakat umum atau dikenal juga dengan berita hoaks.

“Ini merupakan fenomena yang menyebabkan terjadinya disrupsi informasi. Informasi yang sehari-hari membanjiri masyarakat, khususnya dari media sosial terkait informasi yang meracuni masyarakat,” tutur Munir.

Menurutnya, sebuah informasi menjadi tidak akurat dan salah ketika informasi itu tidak dikelola dengan baik, contohnya ditambah, dikurangi dan dimanipulasi. “Jurnalis harus melawan informasi yang tidak benar. Dalam membuat karya jurnalistik, wartawan harus memastikan kebenarannya yang sudah teruji dan terferivikasi sesuai dengan kode etik jurnalistik,” katanya.

Kepala Unit Konten Komersil dan Kerjasama ANTARA, Panca Hari Prabowo mengatakan, saat ini peran media mengalami pergeseran. Sebelum media sosial diakses oleh banyak orang, media masih menjadi sumber utama informasi bagi masyarakat. Seiring masuknya media sosial dan perkembangan teknologi yang memungkinkan, masyarakat bisa mengakses informasi yang lain, media sudah tidak lagi menjadi satu-satunya pintu gerbang informasi.

“Ada perubahan pola mengkonsumsi berita. Saat ini masyarakat lebih membutuhkan berita yang cepat, ringkas, up date dan interaktif,” ungkap Panca.

Dia menilai, perubahan pola mengkonsumsi berita di tengah masyarakat membuat pola kerja wartawan dan posisi media berubah. Ketika wartawan tidak mampu beradaptasi dengan kebutuhan tersebut, masyarakat akan cenderung memilih mencari informasi di media sosial yang notabenenya bukan media konvensional.

“Media sosial tidak melalui sebuah sistem verifikasi data. Kita sebagai wartawan meluncurkan berita harus melalui proses gatekeeper lewat produser, editor, maupun redaktur. Di media sosial tidak ada. Sayangnya banyak diantara kita yang memiliki literasi yang kurang baik di media sosial,” tukas Panca.(71)

Komentar