Handry Tirayoh sudah tiga kali diperiksa jaksa
METRO, Bitung- Dugaan praktik korupsi kembali mencuat di internal Pemkot Bitung. Indikasi tersebut mengemuka setelah Kejari setempat melakukan pengusutan terhadap pengelolaan keuangan di salah satu instansi, yakni Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP). Alhasil, situasi itu seolah mengingatkan kembali jejak korupsi di internal Pemkot Bitung.
Berdasarkan catatan METRO yang dirangkum Rabu (20/01) kemarin, kasus korupsi di Pemkot Bitung marak terungkap sejak lima tahun terakhir. Tahun-tahun sebelumnya ada namun tidak sebanyak seperti sekarang. Artinya, dengan kata lain banyak kasus korupsi yang muncul di saat kepemimpinan Walikota Max Lomban.
Kasus korupsi pertama di era Max Lomban mencuat tahun 2016. Kala itu FB alias Ferry selaku Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, terjerat penyimpangan dalam pelaksanaan Program Padat Karya. Meski begitu, kronologi kasus ini bermula satu tahun sebelumnya, yakni 2015, atau di saat Max Lomban masih menjabat Wakil Walikota.
Kasus kedua juga mencuat di tahun 2016. Perempuan ML alias Mareike, kala itu menjabat Kepala SD GMIM 16 Pateten, terjerat korupsi dalam pembangunan ruang kelas baru di sekolahnya. Akan halnya Ferry, Mareike pun harus dihukum penjara atas kasus tersebut.
Tak berhenti sampai di situ, setahun kemudian muncul lagi kasus korupsi di Dinas Pendidikan. Kasus ini ditangani Polres Bitung dan menyeret Kepala Dinas Pendidikan periode tersebut, FT alias Ferdinand. FT tersandung korupsi dana Pendidikan Anak Usia Dini atau PAUD, dan hingga detik ini masih menjalani hukuman.
Terakhir, penyimpangan uang negara juga terjadi di Dinas Kelautan dan Perikanan Pemkot Bitung. Kasus ini mencuat sejak akhir 2018 dan menyeret empat orang tersangka. Dua diantaranya adalah pejabat di Dinas Kelautan dan Perikanan, yaitu LM alias Liesje selaku kepala dinas, serta FM alias Ferin selaku kepala bidang. Obyek korupsi dalam kasus ini adalah penyaluran bantuan pusat ke kelompok nelayan.
Nah, adanya fakta-fakta di atas seolah menunjukan Pemkot Bitung lekat dengan kasus penyimpangan uang negara. Setidaknya semasa kepemimpinan Max Lomban, kasus-kasus semacam itu seolah jadi langganan.
Fakta tersebut makin diperkuat dengan kasus yang kini mencuat. Kasus dimaksud tidak lain dugaan penyimpangan di DPM-PTSP. Terlebih informasi terakhir menyebut Kejari Bitung segera menaikan status dari penyelidikan ke penyidikan. Artinya, dalam beberapa waktu kedepan akan ada tersangka yang ditetapkan.
“Kalau kasus ini naik ke penyidikan dan sudah ada penetapan tersangka, itu semakin menunjukan bahwa di Pemkot Bitung ada yang salah. Dalam hal ini tentunya terkait pengelolaan keuangan. Lalu-lalu tidak seperti ini, kenapa nanti sekarang baru banyak yang terungkap,” tutur salah satu pengamat pemerintahan di Bitung, Muzadkir Boven, saat dimintai tanggapannya.
Muzadkir pun menyinggung soal keberhasilan Pemkot Bitung meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian dari Badan Pemeriksa Keuangan. Dengan adanya fakta di atas, ia menganggap keberhasilan tersebut tak lebih dari pencitraan.
“Dampaknya tidak terasa oleh masyarakat. Malah kebalikannya, meski ada WTP tapi uang negara tetap dikorupsi pejabat. Itu berarti opini WTP ibarat omong kosong saja,” tandasnya dengan nada menyindir.
Terkait kasus di DPM-PTSP, Kejari Bitung sendiri terus menyeriusi pengungkapannya. Kemarin Kepala DPM-PTSP Handry Tirayoh kembali dipanggil untuk diperiksa. Itu adalah kali ketiga yang bersangkutan dimintai keterangan.
“Iya, hari ini (kemarin,red) kembali dipanggil untuk pemeriksaan. Dan sampai sekarang ini (tadi malam,red) masih menjalani pemeriksaan,” ujar Kasi Pidsus Kejari Bitung Andreas Atmaji, perihal pemeriksaan terhadap Handry.
Pemeriksaan tersebut untuk memperdalam peran Handry perihal terjadinya dugaan penyimpangan. Kapasitas yang bersangkutan sebagai pimpinan instansi tentu banyak yang diketahui. Namun demikian, saat ditanya soal status Handry Andreas belum mau menjawab. Ia meminta wartawan untuk bersabar.
“Masih pemeriksaan, ditunggu saja,” cetusnya.(69)