oleh

Indonesia Darurat Kekerasan Seksual, RUU-PKS Jadi Solusi

METRO, Manado– Indonesia darurat Kekerasan Seksual. Baik dari jumlah pelaporan, penanganan, pemulihan korban, maupun pemidanaan kepada pelaku. Undang-undang yang ada belum cukup mumpuni memberikan perlindungan korban.

Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual (KMSAKS) Sulawesi Utara menilai sangat perlu adanya Undang-undang yang spesifik mengatur tentang penghapusan kekerasan seksual.

“Selama ini, kekerasan Seksual  dipandang sebagai kejahatan kesusilaan yang berkaitan dengan moralitas  korban, baik oleh hukum maupun masyarakat,” ucap Nur Hasanah dari Swara Parangpuan, Kamis (5/9/2019).

Menurut dia sepanjang pembahasan RUU P-KS, ada 16.943 perempuan menjadi korban kekerasan seksual.

“Penuntasan RUU P-KS menjadi kebijakan khusus untuk memberantas tindak pidana kekerasan seksual akan menghadirkan hukum restorative yang merupakan wujud kehadiran Negara dalam melindungi seluruh warganya,” tambah dia.

Sedangkan Jessica dari LBH Manado membeberkan sejumlah hal dalam RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, di antaranya soal definisi, unsur dan pemidanaan beragam bentuk kekerasan seksual untuk menjamin kepastian hukum, perlindungan dan pemulihan korban.

“Kemudian mendorong upaya kolektif pencegahan kekerasan seksual,  baik dari keluarga, masyarakat maupun korporasi. Memberikan perlindungan bagi korban, keluarga korban dan saksi kekerasan seksual mengakses keadilan,” beber dia.

Oleh karena itu, dalam sisa waktu yang ada dari masa kerja DPR RI dan Pemerintah Periode 2014-2019, KMSAKS Sulut yang terdiri dari lembaga  pengada layanan, organisasi mahasiswa, Lembaga Bantuan Hukum, AJI Manado da naktifis Kemanusiaan Sulawesi Utara mendorong Panja RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Komisi VIII DPR RI maupun Pemerintah untuk tidak ragu lagi mempertahankan substansi dalam RUU P-KS yang memuat 9 (Sembilan) Bentuk Kekerasan Seksual, Hukum Acara dan Pidana Kekerasan Seksual, Restitusi dan Pemulihan Korban yang berkualitas dan komprehensif.

“Kami mendorong Pemerintah Provinsi, kota dan kabupaten, serta masyarakat di Sulawesi Utara, untuk secara konkrit mendukung upaya-upaya pencegahan dan penanganan kasus-kasus kekerasan seksual, serta menghentikan stigmatisasi kepada korban kekerasan,” tutup keduanya. (YSL)