Kinerja APBN Regional Sulut Alami Defisit Rp14,38 Triliun

METRO, Manado- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat kinerja APBN regional Sulawesi Utara mengalami defisit sebesar Rp 14,38 triliun.

Defisit ini terjadi karena realisasi pendapatan negara tercatat sebesar Rp 3,67 triliun sementara belanjanya Rp 18,05 triliun.

Kepala Kantor Wilayah Dirjen Perbendaharaan Sulawesi Utara, Ratih Hapsari Kusumawardani mengungkapkan, per 31 Oktober 2022 realisasi pendapatan APBN Sulut mencapai Rp 3,67 triliun atau sekitar 79,73 persen dari pagu yang ada. Sementara dari sisi belanja, terealisasi Rp 18,05 triliun atau 78,41 persen dari pagu.

“Dari pendapatan dan belanja tersebut maka APBN regional Sulawesi Utara mengalami defisit sebesar Rp 14,38 triliun,” ujar Ratih pada kegiatan Bacirita APBN, Selasa (29/11) siang.

Dijelaskan Ratih, komponen pendapatan APBN berasal dari pajak, bea cukai dan pendapatan negara bukan pajak (PNBP). “Sumber pendapatan terbesar berasal dari penerimaan pajak,” jelasnya.

Dari data Kemenkeu diketahui bahwa realisasi penerimaan pajak di Sulawesi Utara hingga akhir Oktober 2022 sebesar Rp 2,99 triliun. Di bulan Oktober, penerimaan pajak mencapai Rp 265,47 miliar, mengalami pertumbuhan sebesar 1,68 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2021.

Sementara pendapatan APBN yang berasal dari bea dan cukai, sampai dengan bulan Oktober telah terealisasi sebesar Rp 112,4 miliar. Penerimaan tertinggi berada di cukai sebesar Rp 2,33 miliar, diikuti bea masuk Rp 574 juta, dan bea keluar Rp 504 juta.

Selain penerimaan pajak dan bea-cukai, pendapatan APBN lain berasal dari PNBP. Hingga akhir Oktober 2022 realisasi penerimaan PNBP sudah mencapai Rp 829,15 miliar dengan penerimaan di bulan Oktober sebesar Rp 79,66 miliar. Penerimaan PNBP di Provinsi Sulawesi Utara terdiri dari pendapatan badan layanan umum (BLU) sebesar Rp 495,17 miliar dan PNBP lainnya sebesar Rp 333,98 miliar.

Dari sisi belanja, menurut Ratih telah terealisasi sebesar Rp 18,05 triliun atau 78,41 persen dari total pagu. Komponen belanja terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, bantuan sosial, serta transfer ke daerah dan dana desa (TKDD).

“TKD, belanja pegawai dan belanja barang menjadi komponen belanja terbesar. Sementara komponen belanja yang serapannya masih tergolong rendah yaitu belanja barang dan modal,” jelas Ratih.

Ia mengatakan, belanja pegawai mengalami peningkatan sebesar 3,6 persen dari tahun 2021, sedangkan belanja barang mengalami penurunan sebesar -3,4 persen. Belanja modal juga mengalami penurunan -35,7 persen.

“Penyaluran TKD dari APBN telah mencapai 87,14 persen dari pagu, dengan nilai Rp 11,5 triliun. DAU menempati porsi terbesar pada realisasi TKD senilai Rp 7,2 triliun, disusul DAK non fisik Rp 1,4 triliun dan dana desa Rp 924 miliar,” pungkas Ratih.(71)

Tinggalkan Balasan