METRO, Manado- Sejak krisis global akibat pandemi Covid-19, salah satu sektor yang menjadi penopang ketahanan ekonomi di Sulawesi Utara bahkan nasional, adalah sektor pertanian.
Demikian diungkapkan Kepala Balai Karantina Pertanian (Barantan) Kelas I Manado Donny Muksydayan Saragih, kepada awak media, dalam acara Cofee Morning, di Nettizen Road Blessing Talawaan Mapanget, pekan lalu.
“Satu-satunya yang tumbuh positif secara ekonomi adalah pertanian,” kata Donny.
Dijelaskannya, Sulawesi Utara merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang sangat mengandalkan hasil dari sektor pertanian, perikanan dan pariwisata. Penopang ketahanan di Sulut adalah perikanan, perdagangan, perindustiran, perkebunan dan pertanian. Sulawesi Utara merupakan salah satu penyumbang industri-industri pertanian nasional.
“Sektor pertanian kita sangat kuat. Data kami mencatat tidak terlalu banyak komoditas perdagangan yang berasal dari pertanian, perkebunan dan peternakan dari daerah lain masuk ke sini,” jelas Donny.
Dari data yang dirangkum METRO, diketahui bahwa pada triwulan II 2020, pertanian kehutanan dan perikanan merupakan salah satu lapangan usaha yang tumbuh positif sebesar 1,47 persen. Terhadap triwulan I 2020 juga masih tumbuh positif 2,23 persen. Pertanian masih merupakan sektor yang paling tinggi kontribusinya terhadap PDRB Sulawesi Utara yang mencapai 22,21 persen.
Data Badan Pusat Statistik Sulut mencatat, pertumbuhan positif di sektor pertanian didorong oleh upaya pemerintah untuk mengantisipasi kelangkaan bahan makanan lewat himbauan untuk melakukan penanaman bahan pangan, kemudian produksi padi di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara yang mengalami peningkatan, serta produksi kelapa, cengkih yang mulai menggeliat.
Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Sulut, Novly Wowiling mengungkapkan bahwa ketersediaan pangan maupun harga di Sulawesi Utara, khususnya di tengah wabah Covid-19 relatif aman. Produksi beras, jagung termasuk hortikultura dan peternakan melimpah. “Produksi berbagai komoditas yang kami kelola tumbuh positif,” kata Wowiling.
Hal senada disampaikan Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Sulut, Refly Ngantung. Menurutnya, karena soko guru perekonomian Sulut adalah sektor pertanian, maka daerah ini mampu bertahan dalam kondisi pandemi sekarang. “Sektor riil yang paling kuat adalah pertanian,” kata Refly.
Menurutnya, saat ini pajak pertambahan nilai 24 produk perkebunan yang sebelumnya sebesar 10 persen, kini menjadi 1 persen, dengan diterbitkannya peraturan nomor 89. “Apresiasi kepada pemerintah karena sudah mewujudkan kerinduan petani,” ungkap Refly.
Kepala Balai Penelitian Tanaman Palma di Manado (Balitpalma), Ismail Maskromo menjelaskan, pihaknya berusaha menghasilkan inovasi yang menarik tentang kelapa. Perlu diketahui, kopra itu sudah dilakukan sejak dari zaman kolonial. Sehingga untuk pengembangannya, produk harus diversifikasi. “Sasarannya adalah ke industri, jangan hanya kopra saja, makanya petani tidak punya nilai tambah,” ungkapnya.
Di tempat yang sama, Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Utara (BPTP Sulut) Steivie Karouw mengungkapkan saat ini BPTP Sulut sedang berusaha mengembangkan komoditas-komoditas pertanian yang strategis. “Di beberapa kabupaten/kota kami menyiapakan benih kelapa dari varietas unggulan, serta benih padi. Komoditas lain yang sementara dikembangkan yakni sagu dan pisang. Ini dilakukan untuk menunjang ketahanan pangan,” jelasnya
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Edwin Kindangen mengatakan, 47,95 persen ekspor Sulut berasal dari produk turunan kelapa yakni lemak dan minyak hewani nabati, yang terdiri dari minyak kelapa, tepung kelapa dan bungkil. “Ini menandakan bahwa masyarakat di daerah ini memang sangat bergantung dari hasil pertanian dan perkebunan,” ungkap Kindangen.
“Bukti bahwa daerah ini kuat karena pertanian, dapat dilihat dari ketersediaan stok pangan Sulawesi Utara yang berjangka hingga 6 bulan kedepan,” imbuhnya.(71)