KORANMETRO.COM- Sepekan setelah Hari Raya Idulfitri, warga muslim di Kota Manado, Sulawesi Utara, merayakan Lebaran Ketupat. Sebuah tradisi yang menjadi ajang silaturahmi antara keluarga dan kerabat.
Tradisi ini dirayakan di beberapa kelurahan di Kota Manado, dimana umat muslim bermukim, antara lain Kecamatan Singkil dan Tuminting. Biasanya digelar bergantian per kecamatan.
Pada Senin (7/4/2025) kemarin, Lebaran Ketupat dilaksanakan di Kecamatan Tuminting, tepatnya Kelurahan Bailang, Mahawu, Maasing, dan Kelurahan Islam.
Lebaran Ketupat di Mahawu rupanya sudah berlangsung sejak puluhan tahun lalu. Seorang tokoh masyarakat Kampung Mahawu, Yusuf Suleman, menceritakan awal mula perayaan Lebaran Ketupat sekitar 50 tahun lalu.
Menurut Suleman, Lebaran Ketupat di Mahawu dimulai tahun 1976. Kala itu para tokoh masyarakat bersepakat untuk mengundang anggota keluarga masing-masing untuk bersilaturahmi pada perayaan sunnah, sepekan setelah Idulfitri.
“Ketika Lebaran tahun 1976 tidak ada tamu yang datang ke kampung kami, karena kampung baru terbentuk. Sehingga oleh tokoh-tokoh masyarakat di sini diputuskan untuk mengundang keluarga kami yang ada di seputaran Kota Manado, seperti Wonasa, Karame, Mahakam, Maasing untuk bersilaturahmi saling mengunjungi rumah,” ungkap Suleman.
Ia mengatakan, tradisi Lebaran Sunnah terus berlanjut hingga tahun 1980, manakala semua rumah menyajikan ketupat sebagai menu utama Lebaran Sunnah. Sejak saat itu, nama Lebaran Sunnah berganti jadi Lebaran Ketupat.
“Puncaknya pada tahun 1980, kita menyembelih sapi hingga 12 ekor, sehingga mulai saat itu kampung Mahawu terkenal dengan ketupat Mahawu,” papar Suleman.
Seiring perpindahan warga Mahawu ke kampung sekitar, tradisi ketupat ini pun berkembang di Bailang, Maasing, Kelurahan Islam dan Sospol.
Suleman bilang, perayaan Ketupat punya makna, mempererat hubungan silaturahmi antara sesama manusia, bukan cuma sesama islam, tetapi semua umat beragama.
“Di keluarga kami tradisi ketupat ini setiap tahun kami laksanakan karena jadi ajang kumpul keluarga. Demikian pun saat hari raya ketupat mereka datang ke kami untuk silaturahmi,” katanya.
Hal senada dikatakan, Tokoh muda Tuminting, Sri Nanda Lamandau. Menurut anggota Anggota Dewan Kota Manado dari fraksi Nasdem ini, perayaan Ketupat bukan sekedar momentum euforia biasa, tetapi ajang silaturahmi sesama umat.
“Simbol pluralisme sangat kental saat perayaan Ketupat, pasalnya umat non muslim pun ikut merayakan dan ini harus dilestarikan agar supaya menjadi warisan bagi anak cucu kita,” kata Nanda.(ian)
Komentar