METRO- Direktur Utama PLN, Zulkifli Zaini menyebutkan bahwa inovasi teknologi semakin maju dalam bidang teknologi pembangkit energi baru terbarukan (EBT). Hal ini meliputi hadirnya energy storage atau baterai, carbon capture, green hydrogen, kendaraan listrik dan efisiensi energi, yang mendorong transisi pada sektor ketenagalistrikan.
“Transisi dari pembakaran bahan bakar fosil, menuju pemanfaatan sumber energi baru dan terbarukan (EBT, red),” ungkapnya.
Di sisi lain, Zulkifli menyebutkan bahwa desentralisasi dan digitalisasi mendorong munculnya model bisnis baru dalam pemenuhan kebutuhan energi masyarakat. “PLN pun telah menetapkan peta jalan dalam mengurangi penggunaan energi listrik berbasis fosil dari tahun 2025 hingga tahun 2060,” ujar Zulkifli.
Menurutnya ada dua skenario yang disiapkan. Skenario pertama energi berbasis fosil akan mulai hilang dari bauran energi mulai 2056 mendatang. Ada 7 tahapan penghentian PLTU batubara mulai dari yang menggunakan teknologi konvensional sampai yang paling mutakhir. Sementara pada skenario kedua, pemanfaatan teknologi CCUS (Carbon Capture, Usage and Storage) akan diterapkan mulai pada tahun 2035 sembari PLN akan tetap menurunkan porsi energi berbasis fosil dari bauran energi.
Lebih jauh soal model bisnis masa depan, PLN akan melakukan berbagai pekerjaan besar dari hulu ke hilir.
“Di sisi hulu PLN akan melakukan eksekusi proyek EBT dalam skala besar” jelasnya.
Selanjutnya di sisi midstream sebagai operator atau owner dari jaringan transmisi dan distribusi termasuk energy storage atau baterai, PLN juga memberikan layanan solusi energi terintegrasi yang fleksibel untuk pelanggan skala besar atau industri. Di sisi hilir, PLN akan memberikan layanan solusi energi untuk semua pelanggan. Selain itu akan diciptakan ekosistem pelayanan yang cerdas, fleksibel, dan inovatif hingga elektrifikasi sektor transportasi dengan ketersediaan infrastrukturnya.
Sebelumnya, Laksana Tri Handoko selaku Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional menyampaikan bahwa isu energi dan lingkungan saling terkait erat. Pada satu sisi peningkatan ekonomi lewat pembangunan dan industrialisasi yang meningkatkan kebutuhan terhadap energi. Sisi lain ada dampak lingkungan yang mesti diperhatikan termasuk penggunaan energi yang berbasis fosil.
Dalam upaya menjaga keseimbangan kepentingan mendorong perekonomian dan menjaga lingkungan serta mencapai 23% EBT dalam bauran energi, riset menurutnya diperlukan.
“Dan kita tahu itu sangat tidak mudah dan di situlah riset diharapkan bisa berperan besar dalam memberikan kontribusinya” ujarnya.
Sementara itu Hammam Riza, Kepala BPPT mengungkapkan bahwa energi baru dan terbarukan merupakan salah satu komponen penting dalam kita menghantar Indonesia menjadi negara yang mandiri, adil dan Makmur. Untuk mendorong pengembangan EBT dan menghadapi berbagai tantangan yang ada, menurutnya dibutuhkan sebuah Ekosistem Inovasi Energi yang didukung oleh berbagai pihak.
“BPPT melaksanakan asesmen ataupun audit teknologi dari berbagai kegiatan Energi Baru Terbarukan di bidang bahan bakar dan ketenagalistrikan” ujarnya.
Lebih jauh BPPT menurutnya mengimplementasikan semua upaya dalam merancang prototype, menghasilkan pilot plant hingga aktif dalam peta jalan pengembangan industri komponen dan hulu. Terlebih dalam pengembangan bahan bakar dan ketenagalistrikan ini mesti mengutamakan komponen dalam negeri.
BPPT pun menurutnya memiliki berbagai fasilitas pengujian atau laboratorium industri di berbagai bidang teknologi. Termasuk untuk kajian dan penerapan di sektor energi. Hammam juga mencontohkan bagaimana kajian teknologi PLTP Condensing yang menurutnya ramah lingkungan.
“Untuk mengatasi energi gas rumah kaca, maka banyak pembangkit yang perlu kita kembangkan dengan misi utama untuk menjadi pembangkit yang ramah lingkungan dengan emisi CO2-nya kurang dari 10% dibanding PLTU Batubara” ujarnya.(71)