Penulis: Sarifudin Mustafa (Pegawai KPPN Bitung)
PERKEMBANGAN teknologi informasi bergerak cepat mengikuti perkembangan jaman. Selaras dengan itu pemerintah harus adaptif terhadap dinamika perkembangan teknologi informasi.
Pengembangan platform belanja yang berbasis digital dan multifungsi mendorong belanja pemerintah yang lebih praktis, efektif, dan efisien melalui digital payment. Salah satunya melalui Cash Management System (CMS).
Implementasi CMS ini sejalan dengan rekomendasi BPK agar pemerintah terus mendorong penggunaan transaksi cashless pada satuan kerja, sebagai upaya memitigasi risiko penyimpangan pengelolaan kas.
CMS adalah sistem aplikasi dan informasi yang menyediakan informasi saldo, transfer antar rekening, pembayaran penerimaan negara dan utilitas, maupun fasilitas-fasilitas lain dalam pelaksanaan transaksi perbankan secara realtime online.
CMS dapat diibaratkan sebagai internet banking versi entitas/perusahaan. CMS merupakan fitur yang wajib disediakan oleh bank dari pembukaan VA pengeluaran. CMS bersama dengan kartu debit dan KKP mendorong cashless society khususnya di lingkup pemerintah.
CMS memberikan banyak manfaat, di antaranya satker dapat melakukan monitoring mutasi transaksi dan saldo rekening, mencetak rekening koran, Transfer dana/pembayaran ke rekening penerima, penyetoran pajak/PNBP melalui MPN G3 dan Pembayaran langganan daya dan jasa.
Sejatinya, CMS pada rekening bendahara ini sudah dimulai sejak tahun 2016. Hanya saja, implementasi CMS sampai dengan tahun 2023 masih menghadapi tantangan.
Berdasarkan data Direktorat Pengelolaan Kas Negara Direktorat Jenderal Perbendaharaan sampai dengan Triwulan III Tahun 2023, dari 22.087 rekening virtual baru 11.392 atau 52 persen rekening virtual yang menggunakan CMS.
Untuk wilayah Provinsi Sulawesi Utara sendiri dari 492 rekening virtual baru 200 atau 41 persen yang menggunakan CMS.
Khusus dalam wilayah kerja KPPN Bitung yang membawahi satuan kerja yang berada pada Kota Bitung, Kabupaten Minahasa Utara dan Kabupaten Kepulauan Talaud dari 69 rekening virtual baru 34 atau 49 persen yang secara aktif menggunakan CMS.
Jika melihat penggunaan internet masyarakat Indonesia yang sangat besar, seharusnya gaya hidup masyarakat Indonesia sudah sangat dekat dengan gadget dan internet. Namun, data capaian diatas memperlihatkan bahwa penggunaan CMS masih sangat rendah terutama di wilayah kerja KPPN Bitung tempat penulis bertugas. Penyebabnya antara lain masih kurangnya pemahaman penggunaan dan manfaat CMS; satker masih nyaman dan terbiasa menggunakan uang tunai; masih adanya kekhawatiran terkait cybercrime; dan user CMS belum diterima atau belum diaktivasi. Hal ini telah membuat KPPN Bitung mengambil berbagai langkah strategis untuk mendorong percepatan implementasi CMS.
Mempertimbangkan urgensi transaksi cashless pada pembayaran belanja pemerintah, maka bagaimana membuat seluruh satker menggunakan CMS menjadi pekerjaan rumah bagi KPPN Bitung yang merupakan salah satu instansi vertikal dibawah Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Utara, Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan. Berbagai upaya telah dilakukan oleh KPPN Bitung untuk mendorong satker agar menggunakan CMS.
Strategi KPPN Bitung adalah dengan mendorong satker agar membayar perjalanan dinas, transfer ke pihak ketiga dari rekening bendahara, pembayaran langganan dan jasa serta transaksi Digipay menggunakan CMS.
Dorongan penggunaan Digipay otomatis mendongkrak pemakaian CMS karena pembayaran transaksi Digipay harus dilakukan menggunakan CMS.
Upaya KPPN Bitung dengan meningkatkan penggunaan CMS pada satuan kerja lingkup KPPN Bitung juga dengan melakukan penandatanganan perjanjian kerja sama dengan berbagai bank yang ada di Kota Bitung yang memiliki nasabah bendahara pengeluaran satuan kerja untuk melakukan kerja sama dalam rangka meningkatkan pemahaman budaya cashless dan digital payment pada satuan kerja lingkup KPPN Bitung.
Upaya mendorong satker dilakukan KPPN Bitung dengan mengundang Satker dalam kelas kecil (10 Satker) dikelompokkan sesuai dengan bank tempat rekening virtual Satker berada.
Dalam memberikan bimbingan, KPPN bekerja sama dengan perbankan dengan harapan perbankan bisa memberikan bimbingan langsung penggunaan CMS termasuk berbagai kendala yang dihadapi satker.
Berbagai upaya untuk meningkatkan penggunaan CMS oleh Satker banyak menghadapi kendala antara lain dari proses aktivasi user CMS pada perbankan yang tidak bisa dilakukan di kantor cabang dan harus dilakukan oleh kantor pusat masing-masing perbankan. Hal ini membuat semangat petugas Satker yang ingin segera mengimplementasi CMS menjadi terhambat karena waktu yang dibutuhkan untuk aktivasi CMS di kantor pusat perbankan membutuhkan waktu yang sangat lama.
Selain itu pergantian pejabat atau petugas pengelola rekening virtual satker yang sering berubah mengikuti perputaran roda organisasi kementerian/lembaga juga menjadi salah satu penyumbang kendala upaya percepatan implementasi CMS. Karena setiap pergantian Pejabat Kuasa Pengguna Anggaran atau Bendahara Pengeluaran pada satuan kerja secara otomatis juga harus mengurus kembali user CMS ke perbankan mulai dari awal lagi.
Melihat berbagai upaya yang telah dilakukan KPPN Bitung untuk mendorong satuan kerja menggunakan CMS, kiranya perlu dukungan dari berbagai pihak yang berkepentingan.
Dari satuan kerja diharapkan komitmen dari Kuasa Pengguna Anggaran untuk mendorong petugas pengelola keuangan satuan kerja untuk terus aktif menggunakan CMS. Untuk Perbankan diharapkan dukungan percepatan pembuatan user CMS yang cukup dilakukan di kantor cabang dan tidak perlu harus sampai ke kantor pusat perbankan sehingga waktu yang dibutuhkan untuk aktivasi CMS bisa lebih cepat.
Semoga upaya modernisasi transaksi bendahara pemerintah dengan percepatan penggunaan Cash Management System yang telah dilakukan oleh KPPN Bitung dapat menjadi contoh untuk instansi pemerintah lainnya untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, transparansi, dan akuntanbilitas dalam pelaksanaan APBN.(sar)