MENGABDI sebagai guru di wilayah pelosok bukan perkara mudah. Banyak tantangan dan persoalan yang dihadapi ketika menjalankan tanggung jawab mendidik anak murid, mulai dari persoalan infrastuktur hingga kesejahteraan yang minim.
Fasilitas dan infrastruktur penunjang tugas guru, berupa komputer, akses internet dan aliran listrik yang masih terbatas, menjadi persoalan utama tenaga pendidik di daerah pelosok.
Hal ini dirasakan langsung oleh Jendryk Adilis, tenaga pendidik di Kabupaten Kepulauan Talaud, Provinsi Sulawesi Utara, wilayah yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Filipina.
Sudah sekitar 6 tahun Adilis bertugas di Talaud sebagai guru jenjang sekolah menengah atas (SMA). Selama mengabdi di salah satu wilayah terluar NKRI tersebut, Adilis merasakan ada gap dengan guru di sekolah-sekolah wilayah perkotaan.
“Di sini fasilitas sarana prasarana masih kurang memadai. Contoh, kalau rata-rata sekolah di kota sudah dilengkapi komputer untuk tiap siswa, sedangkan kita di kepulauan masih terbatas. Bahkan saat ujian nasional lalu, siswa pakai laptop guru,” ungkap Adilis.
Persoalan lain terkait internet yang tidak bisa diakses secara maksimal. Kondisi ini, kata Adilis, sangat mengganggu proses belajar mengajar. Pasalnya, kurikulum terkini menuntut guru kreatif mengajar dengan memanfaatkan media-media digital. Masalahnya, menurut Adilis, aliran listrik nyaris setiap hari mati yang otomatis berpengaruh ke jaringan intenet.
“Kita diminta memanfaatkan video pembelajaran, yang referensinya diambil dari media sosial maupun website pendidikan untuk ditampilkan di kelas saat pembelajaran. Kalau internet mati, siswa terpaksa kami arahkan mencatat, istilahnya catat buku sampai habis,” ucapnya sambil tersenyum.
“Selain itu kita di sini kekurangan media pembelajaran berupa proyektor. Di sekolah kami SMAN 1 Piningkatan Tule, cuma ada 2 unit, jadi harus antri kalau mau pakai,” kata Adilis menambahkan.
Selain kendala fasilitas, menurutnya, guru-guru di kepulauan juga kesulitan mengembangkan kompetensi diri, karena kekurangan akses informasi terkait sosialisasi dan seminar-seminar di bidang pendidikan.
“Seminar atau kegiatan yang bersifat edukasi sangat jarang digelar di sini, biasanya di kota-kota besar,” tuturnya.
Pada momentum Hari Guru Nasional, yang diperingati setiap tanggal 25 November, Adilis berharap pemerintah memperhatikan nasib guru di daerah-daerah terluar, terutama masalah kesejahteraan gaji dan tunjangan. Ia menilai, semua ASN khususnya guru di pelosok negeri harusnya diberi tunjangan khusus, karena menurutnya, biaya hidup di daerah kepulauan terluar lebih mahal dari daerah lain.
Di tengah keterbatasan yang dirasakannya, Adilis menegaskan bahwa tugas guru mencerdaskan bangsa harus diutamakan.
“Kita hidup pas-pasan karena biaya di sini mahal. Harga barang pasti lebih tinggi dari perkotaan. Gaji sering tak mencukupi. Saya sendiri pernah kerja sampingan untuk tambah-tambah penghasilan,” ungkap Adilis.(ian)






