Pemerintah Targetkan Elektrifikasi 100 Persen Melalui Lisdes, Pakar: Fondasi Pertumbuhan Ekonomi

Ilustrasi petugas PLN saat melaksanakan perampungan konstruksi jaringan tegangan menengah.

KORANMETRO.COM- Sejumlah pakar menilai target pemerintah untuk mencapai elektrifikasi 100 persen melalui program listrik desa (Lisdes) akan memberikan dampak besar bagi masyarakat.

Pakar ekonomi dari Universitas Negeri Manado, Dr. Robert Winerungan, mengatakan elektrifikasi di perdesaan merupakan fondasi pertumbuhan ekonomi rakyat melalui peningkatan aktivitas usaha kecil, UMKM, dan hasil produksi sektor pertanian.

“Energi listrik itu jantung ekonomi. Energi yang tersedia hingga pelosok membuat daerah makin maju, produktivitas meningkat. Misal, tadinya mereka hanya menjemur hasil pertanian secara manual, tapi dengan listrik yang terjangkau, mereka bisa memakai teknologi pengering,” ujar Robert dalam diskusi bertajuk Satu Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran dari Sudut Pandang Energi, yang digelar di Manado, Sulawesi Utara, pada Rabu (19/11/2025).

Kata Robert, perluasan jaringan listrik negara hingga desa terpencil akan memberi efek lanjutan yang signifikan pada produktivitas sektor informal. Seperti penggilingan padi, pendingin ikan, hingga industri rumah tangga dapat berproduksi lebih optimal, yang membuat tingkat kemiskinan di desa berpotensi menurun.

“Hampir semua sektor usaha membutuhkan energi. Kalau energi tidak tersiapkan, ekonomi tidak akan maju. Jadi kalau listrik sampai ke desa terpencil, ekonomi pasti ikut bergerak,” ungkap Robert.

Menurut dia, dampak elektrifikasi juga akan menyentuh sektor pendidikan dan kesehatan, yang pada akhirnya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Selain investasi fisik, menurut dia program Lisdes merupakan investasi manusia. “Elektrifikasi itu akan meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan,” tutur Robert.

Sementara itu, pakar energi dari Universitas Sam Ratulangi, Reynaldo Joshua Salaki, mengungkapkan target elektrifikasi 100 persen merupakan bagian penting dari roadmap transisi energi nasional.

“Di daerah Likupang tempat saya mengajar, masyarakat fokus pada penanaman dan pengolahan rumput laut, produksinya membutuhkan mesin-mesin yang bergantung pada listrik,” kata Reynaldo.

Ia mengatakan, menyebut tantangan utama pengembangan elektrifikasi 100 persen bukan pada ketersediaan teknologi, melainkan manajemen energi di lapangan dan pendistribusiannya.

Menurut Reynaldo, produksi energi membutuhkan storage atau penyimpanan karena hydropower dan solar energy bergantung pada curah cahaya matahari, curah air, dan sebagainya yang tidak selalu stabil. “Jadi kita butuh media penyimpanan untuk menjaga stabilitas agar energi dapat terdistribusi secara maksimal di daerah-daerah terpencil,” kata dia.

Dalam diskusi itu, pakar kebijakan publik dari Universitas Sariputra Indonesia Tomohon, Apriles A. Mandome, menilai bahwa perluasan listrik desa merupakan bagian integral kedaulatan energi. Oleh karena itu, ia menyarankan pemerintah menyerahkan urusan pengembangan ini melalui Koperasi Merah Putih.

“Kekuatan masyarakat desa, misalnya melalui BUMDes, bisa dimaksimalkan untuk menjadi alat produksi pengembangan listrik dari sampah. Ini sangat baik untuk menstimulasi perekonomian desa dan memberi keuntungan ekonomi bagi masyarakat,” katanya.(ian)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan