METRO, Manado- PLN memulai uji coba co-firing menggunakan biomass di PLTU Unit 2 Amurang.
Uji coba ini sebagai upaya PLN meningkatkan bauran energi baru terbarukan (EBT) pada pembangkit yang sebelumnya menggunakan bahan bakar fosil seperti BBM dan batubara.
Di PLTU 2 Sulut, PLN menggunakan sawdust, serbuk kayu, woodchip, potongan kayu limbah industri rumah panggung dan eceng gondok sebagai sumber energi primernya.
Biomass itu digunakan karena sangat berlimpah di Sulut, khususnya di Minahasa, Minsel dan Tomohon. Untuk woodchip misalnya, selain dari limbah industri rumah panggung, bisa diproses dari Pohon Kaliandra yang banyak tumbuh di Tanah Minahasa.
Sedangkan eceng gondok, merupakan tanaman liar yang menjadi ancaman ekosistem Danau Tondano.
Ujicoba Co-firing biomass di PLTU Unit 2 Amurang sejatinya sudah dimulai sejak Maret 2021 yakni tahap uji material oleh TEKMIRA.
Manager PLN Unit Pelaksana Pengendalian Pembangkitan Minahasa, Andreas Arthur Napitupulu mengungkapkan bahwa dalam uji coba selang Juli-Agustus, hasil uji tidak memberikan dampak katastropi pada pembangkit, co-firing dilanjutkan.
“Kita yakin bisa karena di luar negeri, co-firing sukses dan 100 persen biomass. Di Korsel misalnya,” ujar Andreas di sela peresmian ujicoba Co-firing PLTU Unit 2 Amurang di PLTU 2 Sulut, Jumat (25/06/2021).
Untuk awalnya, PLN akan mencoba formula 5 persen biomass dari total volume batubara yang diperlukan.Sebagai pembanding, dibutuhkan 21 ton batubara untuk operasional satu unit pembangkit selama lima jam.
Estimasi harga batubara rata-rata Rp 650 per kg dan biaya persiapan biomass sebesar Rp 550 per kg.
Co-firing batu bara dengan biomass yang terdiri dari campuran sawdust, woodchip dan eceng gondok menghasilkan efisiensi Rp 4,25 per kWh.
Dengan asumsi daya yang dihasilkan PLTU Amurang 25 MW (Megawatt) dengan co-firing 85 persen, dalam satu tahun bisa menghemat Rp 791 juta atau Rp 1,5 miliar untuk dua unit pembangkit.
Potensi sawdust dari industri rumah kayu menjadi bahan biomass sangat menjanjikan karena tingkat panasnya 3.986 kCal/kg.
Sementara woodchip dari Kayu Kaliandra memiliki tingkat panas sampai dengan 4.700 kCal/kg.
Sedangkan eceng gondok yang digunakan batangnya punya tingkat panas 2.200 kCal/kg.
Andreas menjelaskan, upaya co-firing sebagai komitmen PLN meningkatkan bauran EBT pada pembangkit sehingga bisa mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
“Ini bagian dari kampanye green energy, mengurangi emisi gas buang,” katanya.
Sejalan dengan itu, cadangan bahan bakar fosil kian menipis yang konsekuensinya harga makin naik. “Tentu tidak efisien jika kita bicara BPP (Biaya Pokok Produksi),” jelasnya.(71/*)