METRO, Manado- Lembaga Penguatan Wawasan dan Pilar Kebangsaan (LPWPK) Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Inteligensia Kristen Indonesia (DPP PIKI) bersama Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PIKI Sulawesi Utara menggelar Sosialisasi Empat Pilar MPR RI dan Focus Group Discussion dengan tema Diskursus Pokok Pokok Haluan Negara dalam Amandemen UUD NRI Tahun 1945. Kegiatan ini merupakan kerja sama dengan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI).
Kegiatan yang berlangsung di GMIM Bethesda Manado Sulawesi Utara, Jumat (23/7) ini menghadirkan pembicara Ketua LPWPK DPP PIKI yang juga Anggota Badan Sosialisasi MPR RI dan Wakil Ketua Kelompok DPD di MPR RI Ir Stefanus BAN Liow MAP (SBANL), Akademisi Kepemiluan Fisip Unsrat Dr. Ferry Daud Liando, M.Si dan Sekretaris DPD PIKI Sulut sekaligus Akademisi Unima Dr. Goinpeace Tumbel, MAP., M.Si serta dimoderatori oleh Tenaga Ahli DPR RI Dr. Hanzel Mamuaya, S.H., M.H. dan Winsi Kuhu, S.IP., M.I.Pol. Hadir juga dalam kegiatan tersebut sejumlah akademisi lainnya, Dr. Donald Monintja, Dr. Oldy Rotinsulu,M.M, Edwin Moniaga, S.H., M.H, Dr. Grace Waleleng, M.Si. dan Dr. Dr. Ir. Yongker Baali, M.Si.
Sekretaris LPWPK DPP PIKI Harsen Roy Tampomuri mengungkapkan bahwa kegiatan ini digelar dengan membatasi jumlah peserta dan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Tampomurj mengharapkan sosialisasi dan FGD ini dapat meningkatkan pemahaman masyarakat akan 4 pilar MPR RI serta mengelaborasi sisi teoritis dan empiris UUD NRI Tahun 1945, khususnya diskursus Pokok Pokok Haluan Negara dalam amandemen UUD NRI Tahun 1945. Yang pada akhirnya dapat menjadi bahan kajian bagi PIKI dan masukan bagi MPR RI.
Ketua LPWPK DPP PIKI Ir Stefanus BAN Liow MAP menambahkan bahwa salah satu rekomendasi yang dirasakan semakin kuat urgensinya untuk diwujudkan adalah soal haluan negara. Revitalisasi haluan negara baginya merupakan kebutuhan untuk menciptakan sinergitas antar lembaga maupun penyelenggara negara dan keterpaduan serta kesinambungan pembangunan nasional dan daerah sehingga capaian pembangunan dari satu periode ke periode selanjutnya lebih terjamin. Selain itu dalam amandemen UUD NRI Tahun 1945 diharapkan peran DPR dan DPD menjadi semakin padu atau tidak saling tumpang tindih.
“Dalam implementasinya, sistem ketatanegaraan hasil perubahan konstitusi telah berjalan dan menghasilkan sejumlah kemajuan dalam sistem bernegara. Hasil perubahan konstitusi yang implementasinya telah berjalan selama dua dekade (1999-2020) masih dirasakan adanya sejumlah kekurangan yang menghambat kinerja sistem ketatanegaraan dan mengurangi kualitas serta efektifitas tata hubungan kelembagaan negara,” kata Liow.
Senada dengan Ketua LPWPK, Akademisi Universitas Sam Ratulangi yang juga Ketua Bidang Demokrasi dan Kepemiluan DPP PIKI mengungkapkan bahwa tentu perlu kajian akademik secara mendalam untuk mengatasi dilema ini. Baginya, harus diakui pasca UU Sispenas bahwa salah satu pergumulan bangsa ini adalah makin tidak terintegrasinya perencanaan nasional akibat ego sektoral dan teritorial yang makin menonjol.
“Pasca GBHN, memang prioritas program makin tidak jelas. Program tidak terpadu, tidak bersinergi dan tidak berkelanjutan. Ada daerah yang melaksanakan program berdasarkan selera atau hobi istri atau anak-anak kepala daerah. Kekacauan pembangunan diakibatkan pula oleh program yang tidak berkesinambungan. Mengevaluasi kebijakan perencanaan saat ini merupakan hal urgen, namun untuk mengevaluasinya tidak harus dimanfaatkan untuk sekedar memenuhi ‘agenda besar’ para elit politik. Jangan terkesan ada visi terselubung (hidden agenda) dengan menggunakan alasan GBHN sebagai pintu masuk untuk kepentingan yang sebenarnya terhadap amandemen UUD 1945,” tegas Ferry.
FGD berjalan dengan baik dan melahirkan sejumlah gagasan yang akan ditindaklanjuti dalam diskusi yang akan dilaksanakan kembali oleh LPWPK DPP PIKI.(37/*)