Umat Paroki Bunda Teresa Dari Calcutta GPI Rayakan Minggu Palma

Perayaan Minggu Palma di Paroki Bunda Teresa Dari Calcutta, GPI Manado.
Perayaan Minggu Palma di Paroki Bunda Teresa Dari Calcutta, GPI Manado.

 

 

Bacaan Lainnya

METRO, Manado – Umat Paroki Bunda Teresa Dari Calcutta Griya Paniki Indah (GPI) Manado, Minggu 2 April 2023, merayakan Minggu Palma yang menandakan umat Katolik memasuki Pekan Suci.

Perayaan diawali di bagian luar gereja dengan pemberkatan daun palma oleh pastor paroki Petrus Tinangon PR didampingi Frater Diros Pugon. Kemudian mendengarkan Bacaan Injil Matius 21:1-11 yang mengisahkan Tuhan Yesus Kristus memasuki kota Yerusalem dengan menunggangi keledai disambut banyak orang. “Hosana bagi Putra Daud, diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, hosana di tempat yang mahatinggi!”

Selanjutnya umat berarak masuk ke dalam gereja dengan menyanyi bertema Raja Kristus sambil mengangkat daun palma yang sudah diberkati. Di dalam gereja perayaan dilanjutkan dengan liturgi sabda dan pembacaan kisah  sengsara Tuhan Yesus Kristus menurut Injil Santo Matius 27:11-54.

“Setiap tahun pada hari minggu ini Gereja membacakan kisah sengsara Yesus. Sambil mendengarkannya kita diingatkan betapa pengecutnya para pengikut-Nya yang meninggalkan Dia, pada saat Dia sangat membutuhkan kehadiran mereka. Betapa jahatnya para pemimpin agama yang bersekongkol untuk menghukum mati Dia. Betapa kejamnya para serdadu yang melaksanakan eksekusi terhadap-Nya dan kita perlu diingatkan tentang hal-hal ini. Oleh karena kita pun serupa dengan mereka,” tutur Pastor Petrus  Tinangon dalam homilinya.

Lanjutnya, tapi ini bukanlah tujuan dari pembacaan kisah sengsara. “Kita telah mendengar terlalu banyak kabar buruk. Seperti kisah sengsara ini maka tekanan bukan pada soal ini. Tekanannya adalah pada Yesus, tokoh pusat dalam kisah sengsara, yang kita ingat adalah kesetiaan-Nya, keberanian-Nya dan kebaikan hati-Nya. Terhadap kegelapan Kalvari kebaikan hati-Nya bersinar dengan lebih benderang lagi,” ungkap Tinangon.

Menurut Tinangon, hari kematian-Nya tidak dinamakan hari Jumat yang buruk, melainkan hari Jumat Agung. Hal membuatnya jadi agung adalah cinta kasih Yesus. “Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya bagi sahabat-sahabatnya. Cinta kasih Yesus itulah yang kita kenalkan dalam pekan suci ini,” sebutnya.

Lebih lanjut menurut Pastor Tinangon, orang-orang Kristiani perdana melihat dalam sengsara dan wafat Yesus kemenangan atas kegagalan. Dengan bantuan kitab suci mereka memahami bahwa ini adalah bagaimana Yesus menang dan masuk ke dalam kemuliaan. “Kemuliaan-Nya tidak dapat dipisahkan dari sengsara-Nya. Di permukaannya bisa tampak seolah-olah Yesus kalah. Ini bukan kekalahan, ini kemenangan. Kemenangan kebaikan atas kejahatan, kemenangan kebaikan atas kebencian, kemenangan cahaya atas kegelapan dan kemenangan kehidupan atas kematian,” tutur Pastor.

“Kisah sengsara menunjukkan bagaimana Yesus memberikan jawaban atau reaksi atas apa yang dilakukan orang terhadapNya. Ia menyerap segala kekerasan, mentransformasikannya lalu mengembalikannya sebagai kasih dan pengampunan. Inilah cinta kasih. Bahkan ketika mereka memakukan tangan dan kakinya, Ia tetap mengasihi. Ada baiknya kita ingat akan hal ini, ketika kita mengalami saat-saat yang berat. Adalah suatu penghiburan bagi kita mengetahui bahwa Yesus telah menderita. Namun penderitaanNya akan sia-sia kalau Ia tidak menanggung dengan cinta kasih,” ungkap Tinangon.

Menurutnya, bukanlah penderitaan Yesus yang menyelamatkan dunia, melainkan cinta kasih-Nya. “Orang yang mencintai penderitaan itu gila. Penderitaan adalah sesuatu yang anda akan berikan hampir segala-galanya untuk bisa dihindari. Namun kita suka menderita bagi seseorang yang kita kasihi. Cinta kasih kita memberi arti, memberi makna bagi penderitaan kita. Yesus kita sebut sebagai gembala yang baik, yang mati karena Ia mengasihi domba-dombaNya,” pungkasnya.

Kemudian dilanjutkan dengan liturgi ekaristi.(RAR)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan