METRO, Manado- Menumpuknya permasalahan tanah di Sulawesi Utara menjadi perhatian para wakil rakyat kita. Dipimpin oleh Ketua DPRD, Fransiskus Andi Silangen, para legislator mendatangi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), pekan lalu.
Mereka diterima oleh Direktur Landreform Sudaryanto SH MH, didampingi Kasubdid Penetapan Potensi Redistribusi Darsini SH MH, Kasubdid Pengaturan Redistribusi Tanah Munawar ST MURP, Kasie Pengaturan Pelaksanaan Redistribusi Tanah Yusuf MSi, Kasie Pengumpulan Data Valentino SiKom MSc.
Anggota Komisi I bidang Pemerintahan dan Hukum, Fabian Kaloh mengatakan sejumlah permasalahan tanah yang dibawa ke Kemenerian ATR/BPN merupakan aspirasi yang disampaikan masyarakat kepada DPRD.
“Jadi ada beberapa persoalan yang disampaikan, dan sesuai dengan penjelasan dari Kementerian, ternyata tidak semua persoalan tanah itu menjadi tanggung jawab BPN. Saat ini bahkan ada gugus tugas yang menangani sejumlah persoalan tanah. Kalau di propinsi diketuai gubernur sedangkan kabupaten/kota oleh bupati dan wali kota,” terang Kaloh, Minggu (10/10/2021).
Politisi PDIP itu mengatakan ada topik menarik yang menjadi bahasan panjang dalam pertemuan tersebut. Yakni mengenai hak guna usaha (HGU) atau hak guna bangunan (HGB).
Dimana ada yang salah memahami soal hak keperdataan yang melekat pada perorangan atau perusahaan yang mendapat hak mengolah lahan tanah milik negara, apakah HGU ataupun HGB.
“Banyak pemegang HGU yang sudah habis waktunya yang tidak perpanjang atau tidak dapat izin perpanjang. Sebab itu, seharusnya paling lambat dua tahun setelah izin habis, harus menyerahkan pada negara dalam hal ini BPN,” kata Kaloh.
“Ada yang salah kaprah. Mantan pemegang hak berdalih hak keperdataan masih melekat pada dirinya. Padahal pemahaman hak keperdataan itu adalah hak atas sesuatu atau atas tanaman yang ada di atas tanah itu. Sederhananya, pemegang hak mendapat hak mengolah suatu lahan negara dengan batas waktu tertentu. Setelah habis batas waktu, harus dikembalikan pada negara. Kemudian yang ada di atas tanah negara tersebut, hak keperdataan itulah yang melekat pada dia. Itupun, hanya sampai menunggu waktu mengurus memperpanjang HGU. Jika tidak dapat izin lagi, maka semua diserahkan ke negara,” tambahnya panjang.
Karena itu, selanjutnya, Kaloh menegaskan jangan ada pemegang hak yang diberikan negara, sudah habis HGU-nya kemudian berdalih melekat hak keperdataan.
“Tanah itu masih punya negara. Memang dia punya hak atas tanaman atau bangunan yang ada di atas tanah itu. Tapi untuk tanah sendiri, setelah habis waktu izinnya, harus diserahkan tanah itu pada negara,” tandasnya.
Selain Kaloh dan Silangen, terlihat ikut hadir dalam kunjungan ini, Wakil Ketua DPRD Victor Mailangkay, anggota Komisi I Arthur Kotambunan dan Sekretaris Komisi IV Jems Tuuk, Ivan Lumentut dan Johny Panambunan.(37)