RUU PKS Harus Segera Ditetapkan
METRO, Manado- Kasus pelecehan seksual yang diduga dilakukan oknum Wakil ketua DPRD Sulawesi Utara, MM alias Marthen terhadap perempuan berinisial ES (30), menjadi keprihatinan publik. Salah satunya dari organisasi masyarakat Swara Parangpuan (Swapar).
Juru bicara Swapar, Nur Hasanah mengatakan bahwa pihaknya menyakini apa ysng terjadi pada korban ES adalah suatu kebenaran. Meskipun pada waktu itu tidak ada saksi.
“Kalaupun korban tidak berteriak, tidak berarti korban menyetujui perbuatan tersebut. Ada dua alasan perempuan diam ketika mendapatkan pelecehan di ruang publik. Pertama, karena merasa takut mempermalukan dirinya sendiri di depan publik yang sering kali justru menyalahkan perempuan. Apalagi pelaku adalah orang yang memiliki jabatan publik,” terang Nur, Selasa (27/8/2019).
“Yang kedua karena laki-laki menempatkan perempuan sebagai objek seksual. Terbukti dari penjelasan terduga pelaku pelecehan seksual yang terkesan menuding bahwa korban yang memakai rok mini sangat berbahaya,” terang dia lagi.
Ia pun berharap publik memberikan dukungan terhadap pelapor yang juga korban agar berani bicara tetang apa yang menimpanya.
“Jangan biarkan korban pelecehan sesksual diam,
Yang menjadi kekuatiran, kata Nur adalah kendala dalam proses hukum nanti, karena pelecehan seksual sangat sulit untuk dibuktikan apalagi jika tak ada saksi.
“KUHP tidak mengatur soal pelecehan seksual. Berbeda jika Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU-PKS, red) sudah disahkan, karena jelas mengatur terkait pelecehan seksual,” kata Nur.
Ia pun, atas nama Swapar, Forum Pengada Layanan dan para perempuan Sulut mendesak agar DPR RI segera menuntaskan pembahasan dan menetakan RUU PKS ini.
“Senin tanggal 26 Agustus 2019 adalah hari pertama pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual antara Tim Panja Pemerintah dan DPR RI. Namun, sayangnya berdasarkan hasil pemantauan masyarakat sipil, hanya ada tiga peserta dari Komisi VIII DPR RI. Ini bisa menandakan bahwa wakil rakyat kita tidak serius membahas RUU PKS yang sudah sangat dibutuhkan,” tandas Nur.
Oleh karena itu, sesuai jadwal pembahasan selanjutnya, yaitu Rabu (28/8/2019) hari ini, Swapar menuntut agar partai politik melalui fraksi dan pimpinan DPR memerintahkan anggotanya untuk hadir dalam setiap pembahasan.
“Mengizinkan masyarakat sipil hadir dan memantau proses pembahasan. Dan Pimpinan DPR RI harus melakukan pengawasan terhadap kinerja Panja RUU P-KS agar menghasilkan kemajuan dalam pembahasan, terutama menyepakati judul, sistematika, tindak pidana kekerasan seksual, hak- hak korban, dan hukum acara,” tutup dia. (YSL)