KORANMETRO.COM- Agama Konghucu di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari keberadaan etnis Tionghoa. Pasalnya kepercayaan ini tumbuh berkembang di Tiongkok (Cina).
Agama Konghucu berkembang pesat seiring migrasi warga Cina ke berbagai negara. Di Indonesia, etnis Tionghoa paling banyak bermukim di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi Utara, khususnya Kota Manado.
Etnis Tionghoa di Kota Manado saat ini tengah disibukkan dengan persiapan menyambut Tahun Baru Imlek 2576 Kongzili, yang jatuh pada tanggal 29 Januari 2025.
Persiapan sudah dilakukan jauh-jauh hari. Dua minggu sebelum Imlek, ornamen-ornamen khas seperti lampion, lampu-lampu bertema Imlek, hiasan barongsai dan lilin, sudah nampak ramai menghiasi kelenteng-kelenteng dan rumah-rumah umat Konghucu. Rumah dan kelenteng dicat ulang, arca-arca dicuci, sebagai simbolis umat menyambut tahun baru dengan suasana baru.
Dewan Pakar Pengurus Pusat Majelis Tinggi Agama Konghucu (Matakin) Indonesia, Wenshi (Ws) Sofyan Jimmy Yosadi, menjelaskan rangkaian perayaan dimulai seminggu sebelum Imlek, yang dilakukan melalui serangkaian ritual keagamaan berupa sembahyang pada hari-hari tertentu, dan kegiatan sosial.
“Kemarin, umat melakukan sembahyang Song Zhao Jun Shang Tian yang maknanya Malaikat Dapur menghadap Tuhan untuk melaporkan segala hal baik maupun buruk perbuatan manusia,” ujar Ws Sofyan.
Di hari yang sama, kata Sofyan, umat Konghucu juga merayakan Hari Persaudaraan atau Ersi Sheng Ang, yang menjadi momentum bagi umat yang punya kelebihan untuk membantu dan berbagi kepada sesama yang kekurangan.
Umat Konghucu yang berkelebihan, menurutnya, akan mengumpulkan bantuan dan menyalurkan kepada umat yang berkekurangan, sehingga mereka juga dapat menyambut tahun baru dengan penuh kegembiraan. “Atau bisa diberikan pula kepada masyarakat umum yang tidak mampu,” paparnya.
Lanjut Sofyan, satu hari jelang Imlek, umat kembali melakukan sembahyang wajib di altar yang telah diatur sedemikian rupa dengan sajian makanan dan minuman sebagai perwujudan syukur dan laku bakti sesuai perintah dalam kitab suci Konghucu.
Dijelaskan Sofyan, laku bakti adalah tiang agama Konghucu. Frasa ini, menurutnya, dimaknai melalui sikap hidup yang mau melayani dan berbakti kepada orang tua, negara, dan masyarakat.
“Sajian di altar sebagai perlambangan bahwa kita memanjatkan rasa syukur. Setelah sajian disembahyangkan dilanjutkan makan bersama,” tutur Sofyan.
Kata dia, laku bakti kepada leluhur dan orang tua sangat dijunjung tinggi oleh umat Konghucu, karena katanya, umat sangat meyakini bahwa eksistensi seorang manusia di dunia tak bisa dilepaskan dari peran orang tua.
“Kalau tidak orang tua dan leluhur maka kita tidak akan pernah ada di dunia ini, dan ajaran itu betul-betul dijalankan oleh para umat. Jadi rangkaian persiapan jelang Imlek itu luar biasa panjang. Puncaknya perayaan Cap Go Meh,” katanya.(ian)
Komentar