METRO, Manado- PT Tambang Mas Sangihe (TMS) mengeklaim memiliki izin lingkungan dan akan melanjutkan program pengembangan sumber daya alam pertambangan di Kepulauan Sangihe, Provinsi Sulawesi Utara (Sulut).
Dalam konferensi pers yang digelar pada Jumat (27/1), Senior In-House Legal Counsel PT TSM, Rico Pandeirot kepada awak media mengungkapkan, terkait dampak negatif yang akan ditimbulkan oleh kegiatan penambangan, teknologi PT TMS bisa menanganinya.
“Kami juga menyediakan dana penjaminan untuk pemulihan fungsi lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” ujarnya.
Menurut Rico, itu semua sudah tersurat dalam kontrak karya, lalu secara rinci termaktub dalam poin-poin dokumen Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan (SKKL) maupun Izin Lingkungan (IL) yang dikeluarkan Pemprov Sulut.
Dokumen SKKL yang dikantongi PT TMS, kata Rico dikeluarkan Pemprov Sulut melalui Dinas PMPTSPD dengan Nomor 503/DPMPTSPD/SKKL/181/IX/2020 tertanggal 25 September 2020. Sementara dokumen IL pada Surat Keputusan Nomor 503/PMPTSPD/IL/182/IX/2020 tertanggal 25 September 2020.
“Disitu disebutkan bahwa PT TMS akan mengelola dan melakukan pemantauan lingkungan hidup terhadap dampak kegiatan penambangan sebagaimana tercantum dalam AMDAL,” terangnya.
Dijelaskan Rico, kewajiban pengelolaan dampak tersebut menggunakan pendekatan sosial ekonomi dan institusi. “Misalnya di saat operasi produksi, akan dilakukan pengelolaan limbah batuan,” ungkapnya.
Batuan sisa lindihan, lanjut Rico akan ditempatkan di bagian utara pit dan di area pelindihan. Secara teknis, luas area ini sudah disiapkan sekitar 12 Ha. Proses berikutnya sebelum membuang batuan sisa pelindihan, dibangun drainase yang dibuat dari batuan blok dengan menggunakan geomembrane.
“Penanganan batuan waste dari pit memerlukan penanganan khusus dengan pertimbangan potensi air asam tambang dan kestabilan struktur dalam jangka waktu yang lama,” jelasnya.
Soal pengelolaan lingkungan secara umum, menurut Rico PT TMS menaati persyaratan dan kewajiban yang dimuat dalam izin lingkungan dan izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (PPLH).
“Tudingan bahwa PT TSM tidak memiliki hak lagi untuk melakukan aktivitas di wilayah Sangihe salah besar. Putusan PT TUN Jakarta, hanya membatalkan SK Menteri ESDM terkait persetujuan peningkatan tahap kegiatan operasi produksi,” katanya.
“Itu hanya soal administrasi dan akan diperbaiki karena PT TMS masih memegang kontrak karya yang melegitimasi eksplorasi tambang di wilayah konsesi,” imbuh Rico.
Dia menegaskan, keputusan PT TUN hanya berkaitan dengan izin operasional pertambangan yang dikeluarkan pada Januari 2021, dan keputusan ini tidak mempengaruhi kontrak karya.
“TMS terus memegang kontrak karya yang sah dengan pemerintah Indonesia yang tetap tidak terpengaruh oleh keputusan terhadap Kementerian ESDM,” tegas Rico.
Rico mengaku kecewa dengan keputusan pengadilan, namun kata dia kontrak karya mengizinkan TMS untuk menjelajahi wilayah lisensi.
“PT TMS yang memiliki Izin operasi produksi pertambangan mencapai 42 ribu hektare di Sangihe masih bisa melanjutkan kegiatan eksplorasi di wilayah konsesi berbekal kontrak karya,” tuturnya.
Selain itu, kata Rico izin lingkungan yang dikeluarkan Pemprov Sulut melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu tidak pernah dibatalkan. “Hingga saat ini masih sah, begitu pun dengan izin-izin lainnya,” pungkasnya.(71)
Komentar