METRO, Manado- Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, menegaskan teknologi Co-Firing tak sekedar mengurangi emisi, tetapi juga memberdayakan masyarakat dan membangun ekonomi kerakyatan.
Co-Firing sendiri merupakan teknologi yang diterapkan pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) menggunakan biomassa sebagai subtitusi dari batu bara. Co-Firing diklaim bisa menekan emisi karbon.
Dalam masa transisi energi, PLN menggunakan teknologi co-firing di PLTU sebagai upaya menekan penggunaan batu bara.
Co-firing adalah substitusi batu bara pada rasio tertentu dengan bahan biomassa seperti pellet kayu, cangkang sawit dan serbuk gergaji. Teknik ini biasa dilakukan dengan membakar secara bersamaan kedua bahan tersebut.
Hingga saat ini, PLN telah berhasil melakukan co-firing di 37 PLTU dan akan terus meningkat menjadi 52 PLTU pada 2025. Upaya ini telah mampu menurunkan emisi sebesar 100 juta ton CO2.
“PLN mengajak masyarakat untuk terlibat aktif membuat bahan baku co-firing, mulai dari penanaman tanaman biomassa hingga pengelolaan sampah rumah tangga wilayahnya untuk dijadikan pellet,” kata Darmawan.
Menurutnya, kehadiran program ekonomi kerakyatan Co-Firing ini juga merupakan langkah nyata PLN menjawab persoalan global.
“Mewujudkan Indonesia yang bersih dan mandiri energi, serta meningkatkan kapasitas nasional dengan prinsip environmental, social and governance,” ucap Darmawan.
Sejalan dengan peluncuran perdagangan karbon di subsektor pembangkit tenaga listrik, Darmawan memastikan keikutsertaan PLN dengan melibatkan 55 unit mesin di 21 PLTU yang tersebar di Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.
“Perdagangan karbon yang dilakukan melalui perdagangan emisi antar PLTU dan offset emisi dari pembangkit rendah karbon, merupakan bagian dari strategi PLN untuk mendukung dekarbonisasi dan mengembangkan bisnis hijau baru,” pungkasnya.(71)
Komentar