KORANMETRO.COM- Isu kesehatan mental (mental health) kembali mencuat usai serangkaian kasus percobaan bunuh diri yang dilakukan beberapa individu muda di Kota Manado, beberapa waktu lalu.
Aksi nekat ini diduga karena para korban mengalami depresi. Kondisi kejiwaan ini biasanya muncul pada orang dengan latar belakang masalah kehidupan yang kompleks.
Lantas bagaimana cara mengenali orang yang depresi sehingga bisa mencegah aksi nekat yang merugikan diri sendiri tersebut?
Spesialis ilmu kejiwaan, Psikolog Hanna Monareh, mengungkapkan bahwa orang dengan kondisi depresi cenderung menutup diri dan mengalami perubahan pola perilaku yang perlu diwaspadai karena bisa jadi tanda awal orang yang hendak melakukan bunuh diri.
“Misalnya yang biasanya aktif tiba-tiba mulai suka menyendiri serta menghindari pergaulan dengan teman-teman dan anggota komunitas,” ujarnya.
Hanna menjelaskan, gangguan kesehatan mental bisa terjadi pada semua kelompok usia. Pada usia anak biasanya lebih rentan, karena perkembangan zaman sehingga anak-anak terpapar isu-isu bunuh diri yang mereka konsumsi dari media sosial.
“Setiap orang berpotensi mengalami masalah kesehatan mental, bahkan bisa sampai gangguan mental. Setiap orang pasti pernah terkena kesehatan mental cuma tingkatannya berbeda-beda,” papar Hanna.
Menurut dia, dalam kasus bunuh diri pada anak muda biasanya dipicu masalah asmara. Ketika bermasalah dengan pasangan, Hanna bilang, seseorang akan cenderung mempersalahkan diri sendiri, merasa tidak layak, tidak dicintai, tidak berharga sehingga tidak bisa mengontrol emosi. Kondisi ini bisa menjadi tanda awal seseorang akan melakukan bunuh diri.
“Perilaku negatif ini adalah salah satu koping stress yang mereka lakukan tapi dengan cara yang salah,” ucap Hanna.
Ia mengatakan, peran lingkungan sangat penting dalam mencegah kasus-kasus bunuh diri. Ketika melihat perubahan perilaku pada seseorang, maka kata Hanna, lingkungan sekitar harus lebih peka.
“Misalnya ketika melihat ada postingan-postingan di media sosial yang menjurus ke situ, maka dibutuhkan rasa empati terhadap orang yang bermasalah ini. Ketika berempati maka kita akan lebih peka,” jelasnya
Menurut Hanna, orang-orang terdekat harusnya membuka ruang diskusi dengan orang yang terindikasi bermasalah dengan kesehatan mental supaya mereka punya ruang untuk curhat. Diskusi dapat dilakukan secara langsung atau melalui telepon dan pesan singkat.
“Intinya merangkul sehingga mereka tidak merasa sendiri, dan tau bahwa ada orang lain yang siap membantu. Itu bisa menjadi langkah awal membantu mereka, dan kemudian mengarahkan mereka untuk berkonsultasi dengan para profesional seperti psikiater dan psikolog,” katanya.(ian)
Komentar