Harga Kopra Anjlok, Alih Fungsi Lahan Kelapa Mengancam

Sejumlah kontainer di Pelabuhan Petikemas Bitung terlihat mengangkut batang kelapa.(ist) 

METRO, Bitung– Perkembangan harga kopra terus menunjukan tren negatif. Alih-alih mengalami perbaikan, Jumat (09/11/18) harga justru kembali turun. 

“Saya baru cek, hari ini turun menjadi Rp4.800 per kg,” ujar pemerhati komoditi kopra di Kota Bitung, Siong Pontoh.

Penurunan harga ini nyaris terjadi setiap hari. Pasalnya menurut dia, sehari sebelum ini harga masih berada pada kisaran Rp5.000 per kg. 

“Iya, kemarin masih di atas Rp5.000. Minggu lalu juga masih lebih tinggi, masih sekitar Rp6.000,” tuturnya.

Mirisnya, harga di atas hanya berlaku untuk kopra dari Kota Bitung. Yang dari daerah lain kata dia, harganya malah lebih rendah.

“Yang dari Sangihe, Bolmong bahkan Minut mungkin cuma Rp3.000an. Belum lagi jika dicek harga di kalangan petani, pasti lebih rendah dari itu. Karena harga petani dan di tingkat pengumpul pasti berbeda,” terangnya.

Kondisi ini jelas menimbulkan kekhawatiran tersendiri. Salah satunya tentu terkait situasi sosial ekonomi. 

“Perlu diketahui, Rp4.800 itu sudah hampir setara dengan biaya produksi. Artinya nasib pengusaha atau petani kopra sangat terancam untuk rugi. Nah, kalau situasi begini terus dampaknya akan lebih luas di masyarakat. Pemanjat kelapa akan terancam kehilangan pekerjaan, begitu juga dengan sopir truk pengangkut kopra. Sebab pengusaha atau petani pasti akan berupaya menurunkan biaya produksi. Malah yang lebih gawat mereka bisa saja malas mengolah kelapa,” paparnya. 

Meski demikian, kondisi di atas belum terlalu parah jika dibandingkan dampak yang lain. Dampak lain dimaksud adalah alih fungsi lahan dan tanaman kelapa oleh petani atau pemilik lahan.

“Sebenarnya alih fungsi ini sudah mulai terjadi. Buktinya sudah banyak pemilik lahan yang memilih menebang kelapa dan menjual batangnya. Kalau tidak percaya silahkan cek ke pelabuhan atau perusahaan ekspedisi. Pengiriman batang kelapa ke daerah lain terus mengalami peningkatan,” katanya. 

Kalau sudah begitu lanjut Siong, bukan mustahil tanaman kelapa di Sulut akan berkurang drastis. Pemilik lahan akan berpikir panjang untuk mengolah kelapa menjadi kopra, karena bayang-bayang sudah menanti di depan mata. 

“Dan sebutan daerah kita sebagai Bumi Nyiur Melambai bisa-bisa hilang,” tukas pria yang juga caleg DPRD Sulut dari Dapil Bitung-Minut utusan PKPI ini. (brd)

Komentar