Eksistensi Empat Bahasa Daerah Sulut Terancam, Dialek Ponosakan Paling Rentan

METRO, Manado- Keberagaman bahasa daerah di Sulawesi Utara (Sulut) terancam seiring semakin berkurangnya penutur di kalangan generasi muda.

Dari 10 bahasa daerah, yaitu dialek Melayu Manado; Mongondow; Bantik; Sangihe; Tonsea; Tonsawang; Toutemboan; Pasan; Ponosakan; dan Gorontalo, ada empat yang terancam punah karena penuturnya yang semakin sedikit.

“Empat bahasa daerah kita terancam punah yakni Tonsea, Tonsawang, Tontemboan, dan bahasa Ponosakan,” ujar Januar Pribadi, Kepala Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Utara, saat ditemui media ini di ruang kerjanya, pada Senin (22/7/2024).

Kata Januar, ada sejumlah faktor yang melatarbelakangi semakin berkurangnya penutur, antara lain keengganan generasi muda berbahasa daerah, serta kecenderungan orang tua yang tidak mewariskan bahasa daerah ke anaknya dan membiasakan penggunaan bahasa daerah di lingkungan keluarga.

“Kecenderungan itulah yang mengakibatkan bahasa daerah semakin ditinggalkan. Ada pula anggapan di generasi muda bahwa bahasa daerah kuno dan tidak penting, serta stigma-stigma lainnya seperti itu,” tuturnya.

Menurut Januar, pihaknya memberi atensi khusus untuk dialek Ponosakan yang paling rentan punah, karena di daerah Minahasa Tenggara bahasa ini penuturnya sudah semakin sedikit.

“Semakin hari semakin berkurang penuturnya, dan kalau didiamkan maka akan terjadi kepunahan yang akan sangat merugikan Sulawesi Utara, karena ada suatu keunikan dari daerah ini yang hilang,” ungkapnya.

Ia mengatakan, Balai Bahasa saat ini fokus pada program revitalisasi bahasa daerah di Kabupaten Minahasa, Minahasa Utara, Minahasa Selatan, dan Minahasa Tenggara.

“Program revitalisasi sudah kita mulai dari awal tahun ini. Kami membuat modul belajar, kemudian melatih para guru. Revitalisasi kami lakukan di sekolah-sekolah, menyasar generasi muda yang punya peran penting untuk melestarikan bahasa daerah. Khusus di Mitra kami bantu buatkan kamus Bahasa Ponosakan,” paparnya.(ian)

Komentar