METRO, Amurang- Perang yang masih berkecamuk di Eropa telah memberikan pengaruh sampai di Minahasa Selatan (Minsel). Sejak Maret di awal invasi Rusia ke Ukraina, harga kopra yang menjadi komoditi andalan terus merosot.
Pada Kamis (26/01) kemarin harga pada tingkat petani sudah tinggal Rp 6.500/Kg, meski pada level pabrik masih Rp 7.800. Harga tersebut jauh d bawah bila dibandingkan pada awal tahun lalu yang masih pada kisaran Rp 10 ribu/Kg. Tak pelak harga yang jauh di bawah menghantam petani di Minsel, sedangkan pada sisi lain diperhadapkan dengan kenaikan harga-harga bahan pokok.
“Harga kopra saat ini sudah berada pada level rawan. Apalagi kemungkinan akan turun masih ada. Bahkan pergerakannya sudah dalam waktu hari bahkan jam. Inilah yang menjadi penyebab ada rentang cukup besar antara harga di level pengumpul dengan pabrik,” sebut Wesly Manorek selaku praktis perdagangan kopra di Minsel.
Pada bagian lain dengan merosotnya harga kopra, menyebabkan petani pemilik perkebunan kelapa kesulitan mendapat pekerja. Akibatnya banyak perkebunan kelapa terlantar dikarenakan tidak ada pekerja yang bersedia menggarap.
“Saat ini petani tidak hanya dihadapkan dengan harga kopra yang rendah, tapi juga tenaga kerja. Banyak yang tidak lagi bersedia bekerja, selain masalah upah juga karena seperti di Tawaang banyak yang sudah bekerja di pabrik-pabrik. Sedangkan jumlah tenaga kerja yang tersedia jumlahnya memang sedikit,” tukas Imanuel Tapang.
Dia lebih lanjut memperkirakan bila tidak ada langkah antisipasi menyangkut pemanjatan dan pengolahan kelapa, pada 15 tahun kedepan Minsel sebagai daerah nyiur melambangkan akan tinggal cerita. Terjadi alih fungsi lahan disebabkan perkebunan kelapa tidak lagi dikelola.
“Perlu ada solusi secepatnya bila masih ingin mempertahankan perkebunan kelapa. Sentuhan teknologi dan lainnya sangat diperlukan, sebab kita memang dalam kondisi krisis tenaga kerja. Kalaupun ada, sangat mahal,” pungkasnya.(vtr/kg)
Komentar