Merajut Asa, Membangun Bendar 45 Layaknya Malioboro

Gaya Hidup91 views

“Kawasan Bendar 45 sangat potensial untuk ditata menjadi seperti Jalan Malioboro di Yogyakarta,” ujar Dr Olivia Moningka, ST, MArs, Pakar Jalur Pedestrian dan Jalur Sepeda pada Wilayah Komersial Kota.

MEMILIKI kawasan pedestrian seperti di Jalan Malioboro, Yogyakarta, menjadi mimpi semua warga perkotaan, termasuk warga Kota Manado. Kawasan seperti Malioboro memungkinkan warga menikmati kota yang sehat dan humanis.

Sebelum terkenal seperti sekarang, Kawasan Malioboro, Yogyakarta tak ubahnya seperti wajah Kawasan Pusat Kota Manado (Bendar 45). Di beberapa titik terlihat tidak teratur.

Sulit membedakan area pejalan kaki dan pedagang. Trotoar yang sejatinya milik pejalan kaki, sudah beralih fungsi menjadi tempat berjualan pada pedagang kaki lima (PKL). Para pejalan kaki bahkan semakin terpojok dengan area parkir yang menggunakan badan jalan dan trotoar.

Di awal tahun 2000-an, wajah Kawasan Bendar 45 lebih semrawut, area pejalan kaki tertutup oleh lapak dagangan PKL. Di sepanjang area Taman Kesatuan Bangsa bahkan dibangun kanopi, agar para pedagang bisa berjualan dengan nyaman. Warga menjulukinya ‘Kanopi Biru’.

Dr Olivia menilai, masalah klasik di Kawasan Bendar 45 adalah sangat sulit mengatur pada pedagang. Di masa kepemimpinan Wali Kota Jimmy Rimba Rogi, Kanopi Biru dibongkar dan para pedagang direlokasi ke Pasar Bersehati. Tahun berlalu, kini para pedagang itu mulai terlihat ramai lagi di Bendar 45.

“Faktanya Bendar 45 sudah mendarah daging dan menjadi sumber kehidupan bagi para pedagang ini. Menjadi pekerjaan rumah sekarang bagi pengambil kebijakan, bagaimana mengatur mereka menjadi lebih tertib dengan cara-cara yang lebih manusiawi tanpa harus ada praktek vandalisme. Karena harus diakui para pedagang kaki lima ini menjadi salah satu penyumbang PAD,” jelasnya.

Masalah lainnya, menurut dia, Bendar 45 lebih mementingkan pengguna kendaraan daripada pejalan kaki, padahal yang harus dilindungi adalah pejalan kaki karena itulah fungsi kawasan pedestrian sesungguhnya.

“Untuk mensiasati ini, diperlukan adanya desain yang mampu mewadahi pengguna-pengguna dominan, dan membuat tempat itu indah dipandang, nyaman dan sehat,” ucap Olivia.

Perubahan teritorial
Jalur pejalan kaki atau pedestrian, menurut Dr Olivia dikelompokkan dalam beberapa jenis. Ada pedestrian kawasan pendidikan khusus anak-anak, yang menghubungkan tempat tinggal dan sekolah, kawasan perumahan, dan kawasan komersil atau kawasan niaga dan belanja.

“Karakter pedestrian di kawasan komersil itu unik karena ada berbagai macam fungsi dan karakter yang terlibat. Di Kawasan Bendar 45, kita melihat ada pejalan kaki, pedagang toko, PKL, dan pemarkir. Mereka inilah para pengguna dominan,” ungkapnya.

Berdasarkan studi kasus yang dilakukannya, Olivia menilai masalah di Bendar 45, adalah perubahan pola teritorial pengguna, sehingga jalur pedestrian semakin sempit dan tidak mencukupi kebutuhan ruang pejalan kaki, terutama pada kawasan perbelanjaan. Beberapa toko melakukan penambahan ruang di trotoar dan memajang barang dagangannya di jalur pedestrian sehingga memperkecil ruang pejalan kaki bahkan memaksa mereka turun ke jalan.

“Aktivitas bongkar muat barang dari kendaraan ke toko juga mempersempit jalur pejalan kaki. Pola penempatan barang yang menutup jalur pedestrian, memaksa pejalan kaki menggunakan jalan untuk beraktivitas,” jelasnya.

Sama seperti pedagang toko, menurut Olivia PKL juga mengisi ruang di sisi kanan dan kiri trotoar untuk memajang barang jualannya. Pola berjualan ini menghalangi jalur pedestrian apalagi saat ada pembeli yang berhenti di jalur tersebut.

“Memajang barang di sebagian atau seluruh trotoar dan tepi jalan akan mempersempit jalur pedestrian dan mengganggu kenyamanan pejalan kaki,”

Kondisi ini, kata dia diperparah dengan pola teritori pemarkir yang memanfaatkan area trotoar dan badan jalan untuk parkir kendaraan jenis roda dua dan empat pada rentang waktu tertentu. “Sehingga menutup jalur pedestrian dan pejalan kaki tidak bisa menggunakannya. Pola parkir ini juga menghalangi akses keluar masuk toko,” kata Olivia.

Pekakomes
Seperti kebanyakan warga Manado lainnya, Dr Olivia ingin wajah Bendar 45 berubah.

Perempuan yang juga Dosen di Politeknik Negeri Manado ini, menawarkan konsep Pekakomes -Pejalan kaki kawasan komersil yang sehat dan humanis-. “Ini adalah model teritori pejalan kaki yang sehat dan humanis pada kawasan komersial perkotaan,” katanya.

Pekakomes, kata Dr Olivia adalah ruang interaksi antara pejalan kaki, pedagang toko, PKL dan pemarkir sebagai pengguna dominan yang saling menunjang dan memberi dampak positif serta menunjang kesehatan penggunanya di kawasan komersial perkotaan.

Dalam desain Pekakomes, lebar jalur kendaraan dipersempit dan memberikan ruang yang lebih besar bagi pedestrian. Pelebaran jalur pedestrian ini memungkinkan ruang yang sama menampung lebih banyak orang, dan memaksimalkan ruang untuk berbagai aktifitas menarik lainnya, termasuk penambahan jalur sepeda untuk mendorong perilaku hidup sehat di masyarakat.

“Desain ini mengkombinasikan jalur sarana, jalur hijau dan drop off. Jadi supaya kawasan Pedestrian lega dan pejalan kaki mendapatkan haknya, harusnya jalan untuk kendaraan lebih kecil dan memberi ruang yang lebih besar untuk pedestrian,” tutur Olivia.

Selain pejalan kaki, desain Pekakomes juga memberikan ruang bagi PKL untuk berdagang dengan konsep yang ditata menarik, tidak terkesan liar dan semrawut. Pedagang tidak hanya terbatas di dalam toko, tapi ada pedagang di luar toko. “Kemudian ada orang bersantai, makan minum, dan segala macam aktivitas sehingga bisa menikmati kawasan komersil,” ungkapnya.

Model Pekakomes desain Dr Olivia terbagi dua, yaitu Pekakomes dengan lebar minimum 7,3 meter, dan Pekakomes kombinasi dengan lebar minimum 6,5 meter.

Desain pertama memiliki lebar jalur pejalan kaki 2,6 meter, ruang untuk pedagang 1,4 meter, sarana 0,8 meter, parkiran/drop off kendaraan 2,5 meter.

Sementara Pekakomes kombinasi, memiliki lebar jalur pejalan kaki 2,6 meter, ruang pedagang 1,4 meter, kombinasi ruang sarana dan parkiran/drop off kendaraan 2,5 meter.

Kepemilikan teritori dalam Pekakomes dibatasi secara tempat dan waktu, yang pengelolaannya dapat dilakukan oleh pihak pemerintah ataupun bekerja sama dengan swasta.

Jalur Pekakomes dibuat pada salah satu sisi jalan atau kedua sisi jalan, tergantung lebar jalan yang tersedia pada kawasan komersial.

“Pada prinsipnya Pekakomes dibuat dengan mengurangi jalur lalu lintas kendaraan, meniadakan parkir dan memaksimalkan jalur pejalan kaki,” ujarnya.

Jalan Malioboro Yogyakarta tidak disulap menjadi indah dalam sekejap mata. Butuh waktu bertahun-tahun sehingga area tersebut bisa dinikmati masyarakat. Begitu pula jika ingin menata kembali Bendar 45. Diperlukan waktu bertahun-tahun agar area ini menjadi kawasan full pedestrian.

“Kalau kita mau Kota Manado benar-benar menunjang konsep green infrastructure yang ramah lingkungan dan bisa mewujudkan zero emission, mulailah dengan penataan infrastruktur kota,” kunci Dr Olivia.

Penulis meyakini konsep yang ditawarkan Dr Olivia mampu merubah wajah Kawasan Bendar 45 layaknya Jalan Malioboro.(ian)

Komentar