METRO- Festival Lestari 5 digelar di Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) pada 23-25 Juni 2023.
Lewat festival ini, kolaborasi multipihak dapat tercipta dan memperkenalkan kearifan lokal, budaya, potensi alam, hingga komoditas lokal yang dapat menjadi tumpuan ekonomi masyarakat di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.
Festival Lestari 5 diselenggarakan sebagai upaya kolaborasi multipihak dalam rangka membangun pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Sigi dan Provinsi Sulawesi Tengah.
Bupati Sigi, Mohamad Irwan Lapatta, mengatakan festival ini sebagai sebuah perayaan bersama untuk mengenal lebih dalam potensi alam, budaya dan masyarakat Sulawesi mencerminkan harapan bagi Kabupaten Sigi dan kabupaten lain di Sulawesi Tengah.
“Sekaligus ajang tukar belajar inovasi pembangunan dan bisnis berbasis alam antara kabupaten anggota LTKL dan para jejaring mitra yang sejalan dengan prinsip pembangunan hijau,” kata Irwan dalam Konferensi Pers bersama media massa di Jakarta, Kamis (8/6/2023).
Dengan memperkenalkan kekayaan potensi alam, dan budaya ini, menurut Irwan Festival Lestari dapat membuka peluang terciptanya investasi lestari yang mengedepankan aspek perlindungan ekosistem dan pemberdayaan masyarakat. “Sehingga, roda ekonomi dapat berputar dan memastikan alam tetap terjaga,” ungkapnya.
Festival Lestari adalah agenda tahunan yang digelar oleh Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL), kaukus pembangunan lestari di bawah Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI). Kabupaten Sigi dan Provinsi Sulawesi Tengah menjadi tuan rumah rangkaian kegiatan ini dan mengusung tema ‘Tumbuh Lebih Baik’, agar dapat mengakselerasi pertumbuhan ekonomi masyarakat di kawasan ini.
Festival dapat menjadi salah satu strategi yang efektif sekaligus nyawa yang dapat menghidupkan ekosistem pariwisata, ekonomi kreatif dan industri kecil menengah di Kabupaten Sigi.
Lewat festival ini, kolaborasi multipihak tercipta dan memperkenalkan kearifan lokal, budaya, potensi alam, hingga komoditas lokal yang dapat menjadi tumpuan ekonomi masyarakat.
Irwan mengatakan, sejak tahun 2020 Kabupaten Sigi sudah mulai bereksperimen dengan berbagai cara inovatif termasuk hilirisasi basis alam yang dikembangkan secara kolaboratif bersama mitra dan orang muda daerah sebagai penggerak utama.
“Tujuan pembangunan lestari ini bukan tanpa sebab, Sulawesi Tengah memiliki Cagar Biosfer Lore Lindu, salah satu dari 19 cagar biosfer di Indonesia,” jelasnya.
Lanjut dikatakan Irwan, luas cagar ini mencapai 1,6 juta hektar. Peran dan fungsi cagar ini sangat strategis, sehingga membutuhkan model pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu, Festival Lestari juga menghadirkan Forum Bisnis dan Investasi Inovasi Berbasis Alam untuk membuka peluang kerjasama, dan kolaborasi multipihak untuk mendukung implementasi pembangunan lestari di Indonesia.
“Jika kita bergotong royong, model ini bisa dikembangkan menjadi Kawasan Ekonomi Restoratif dalam konteks cagar biosfer yang membuktikan bahwa dalam kawasan tersebut lingkungan bisa dijaga secara konsisten dan masyarakatnya betul-betul sejahtera,” tutur Irwan.
Forum Bisnis dan Investasi bertajuk Membuka Peluang Ekonomi Restoratif Cagar Biosfer di Sulawesi Tengah ini akan menjadi forum bisnis dan investasi pertama di Indonesia yang mengangkat inovasi dan solusi berbasis alam sebagai jawaban atas permasalahan krisis iklim dan praktik bisnis. Pendekatan ini sangat relevan dalam menghadapi isu-isu lingkungan yang mendesak saat ini.
Kepala Sekretariat LTKL, Gita Syahrani mengatakan, “Forum Bisnis dan Investasi untuk Inovasi Basis Alam ini digelar untuk mewujudkan pembangunan lestari, sebab dalam upayanya membutuhkan dukungan banyak pihak dari sisi teknis, investasi, transaksi dan pendanaan.”
Dalam forum ini ada lima fokus prioritas yang akan dikembangkan, pertama pengembangan ekonomi berbasis multi usaha kehutanan. Kedua, peningkatan produktivitas komoditas perkebunan ekonomi berbasis dan agroforestri dengan praktek berkelanjutan. Ketiga, pengembangan industri hilirisasi berbasis alam menjadi produk bernilai tambah. Keempat, jasa ekosistem. Kelima, ekowisata.
Gita berharap melalui forum ini dapat tercipta gotong royong sinergi dan kolaborasi antara sektor publik dan swasta dalam mewujudkan pembangunan lestari. Dalam kesempatan ini, ragam portofolio komoditas lestari, produk-produk UMKM lestari, dan konsep pitch di Kawasan Ekonomi Restoratif Sulawesi Tengah akan disajikan.
Inovasi berbasis alam tidak hanya menyasar rantai pasok komoditas, tetapi juga menyasar percepatan pertumbuhan UMKM dan nilai transaksi pelaku usaha kecil dan menengah, sejalan dengan target Bangga Buatan Indonesia Provinsi Sulawesi Tengah sebesar Rp50 Miliar untuk tahun 2023.
Direktur Perencanaan Sumber Daya Alam Kementerian Investasi, Ratih Purbasari Kania mengatakan tren investasi yang mengutamakan dampak (selain keuntungan) semakin meningkat. Apalagi dengan semakin banyaknya bencana alam karena dampak perubahan iklim serta Pandemi COVID-19, banyak investor yang tidak hanya berharap mendapat keuntungan, tapi juga berharap investasi yang digelontorkan dapat menciptakan dampak baik.
Melihat tren tersebut, di tahun 2022 Kementerian Investasi/BKPM dengan kerjasama berbagai pihak, meluncurkan Panduan Investasi Lestari. Panduan ini dapat dipakai oleh berbagai pihak, khususnya investor, bisnis, dan pemerintah untuk mendorong semakin banyaknya investasi-investasi yang tidak hanya memiliki nilai ekonomi tapi juga berdampak baik.
Ratih menyebut, Kementerian Investasi mendorong investasi berkelanjutan salah satunya melalui penyusunan Peta Peluang Investasi (PPI). Melalui PPI, Kementerian Investasi mengumpulkan berbagai potensi daerah yang siap ditawarkan sebagai peluang investasi. Penyusunan proyek investasi di dalamnya turut memperhatikan aspek keberlanjutan.
“Dalam implementasi ini, tidak hanya pemerintah pusat yang memegang peranan penting mewujudkan target ekonomi hijau, keterlibatan pemerintah daerah juga sangat dibutuhkan untuk mendorong kolaborasi,” ujar Ratih.
Untuk itu, Kementerian Investasi bersama-sama LTKL dan kabupaten anggotanya melakukan rangkaian proses ko-kreasi untuk mengembangkan portofolio investasi berkelanjutan untuk daerah-daerah yang mempromosikan komoditas berkelanjutan, salah satunya Kabupaten Sigi.
Ratih menuturkan, komoditas unggulan dan berkelanjutan yang dapat didorong sebagai portofolio adalah komoditas agroforestri. “Forum Bisnis dan Investasi untuk Inovasi Basis Alam yang diselenggarakan dalam Festival Lestari dapat mendorong investasi dan transaksi yang berkelanjutan serta meningkatkan pengembangan produk inovatif yang berbasis alam. Hal ini akan memberikan dampak positif tidak hanya bagi Sulawesi Tengah, tetapi juga daerah lain yang memiliki semangat dan misi pembangunan lestari,” ujar Ratih.
Senada dengan Ratih, Rama Manusama dari Koalisi Ekonomi Membumi dan Katalys Partners, mengatakan, “Saat ini pendanaan berkelanjutan dan fokus pada dampak sudah siap berinvestasi dan sedang mencari portofolio investasi di Indonesia.”
Rama menambahkan, Glasgow Financial Alliance for Net Zero memiliki aset investasi senilai US$130 triliun. Aliansi ini berkomitmen melakukan pendanaan terhadap portofolio yang dapat mengurangi emisi gas.
Dia menyebut penting untuk mempersiapkan portofolio investasi lestari untuk menyambut investasi dan pendanaan ini dan memastikan kepada investor dan pembeli bahwa standar lingkungan sudah dijaga dengan baik. Katalys dan Koalisi Ekonomi Membumi tengah membangun proyek pilot di Kabupaten Sigi untuk menguatkan dari sisi hulu secara terintegrasi untuk menyiapkan portofolio.
Co-Founder Java Kirana, Noverian Aditya mengatakan tren investasi hijau perlu dukungan secara profesional untuk memastikan bisnis lestari tetap menguntungkan. “Dengan value chain gotong royong dan bantuan pemerintah, harapannya implementasi ini bisa dilaksanakan lebih cepat dan berdampak lebih luas, Java Kirana berperan memasukkan sisi profesionalitas agar konsep bisnis berkelanjutan ini tetap profit dan lestari, serta berdampak lebih luas,” kata Noverian.
Java Kirana tertarik untuk terlibat di Sigi, kendati bukan daerah penghasil kopi yang terkenal seperti Toraja dan Aceh, karena Kabupaten Sigi memiliki komitmen terhadap kelestarian. “Kami memiliki visi People, Planet, dan Profit (3P). Di Sigi, semangatnya sudah kelestarian, Sigi memang bukan daerah penghasil kopi yang terkenal tetapi kami yakin bisa melakukan intervensi dengan membuat petani yakin akan produk kopinya yang sudah sudah berbasis kelestarian,” ujarnya.
Peran Java Kirana adalah mengagregasi petani-petani kecil menggunakan sistem pasca panen tersentralisasi, harapannya Indonesia bisa menyaingi negara lain dari sisi kualitas dan kuantitas yang konsisten.
Noverian menambahkan, dari sisi bisnis, harus ada yang menjamin kualitas, mencarikan buyer, dan menjamin pembelian. Intinya adalah gotong royong, ditambah dorongan pemerintah. “Istilahnya, satu isu ini dikeroyok ramai-ramai supaya lebih cepat terwujud,” katanya.
Kolaborasi
Festival Lestari menjadi momentum yang tepat untuk saling berbagi pengalaman, pembelajaran, dan praktik terbaik dalam implementasi pembangunan lestari. Kolaborasi dan pertukaran pengetahuan ini juga dapat mempercepat pembangunan berkelanjutan di tingkat kabupaten dengan terciptanya simbiosis mutualisme antara pemerintah dan masyarakat, saling menghidupkan perekonomian masyarakat. Misalnya, dalam gelaran festival ini setidaknya ratusan dan ribuan tamu akan hadir ke acara Pasar Warga yang digelar selama tiga hari di Taman Taiganja, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah.
Dalam kesempatan ini, berbagai produk hilirisasi alam akan dipamerkan dan dijual kepada pengunjung yang hadir. Berbagai komoditas alam seperti kakao, bambu, vanili palmarosa, kopi dan bambu pun telah dirangkum menjadi portofolio investasi lestari bagi Kabupaten Sigi.
Kolaborasi dalam festival ini juga melibatkan kaum muda sebagai penggerak perubahan. Maka, turut diselenggarakan rangkaian acara seperti Community Talks, Town Hall Muda melibatkan Generasi Lestari dan Pijar Foundation.
“Kami percaya bahwa pergerakan positif kaum muda dapat melahirkan inovasi, maka festival ini dihelat untuk menjembatani antara inovasi dan kearifan lokal budaya di daerah ini. Jadi seluruh rangkaian acara ini dilakukan secara gotong royong dengan berbagai pihak dari pemerintah nasional, provinsi, kabupaten, mitra pembangunan, masyarakat sipil dan orang-orang muda untuk mendorong model ekonomi lestari yang ramah lingkungan dan ramah sosial.” ujar Irwan.
Gita menambahkan, “Festival Lestari 5 di Kabupaten Sigi menjadi salah satu upaya dalam memperkenalkan keanekaragaman hayati, potensi komoditas, dan model bisnis lestari yang berfokus pada pemberdayaan masyarakat. Melalui kegiatan ini, kami ingin meningkatkan kesadaran akan pentingnya pembangunan lestari dan melibatkan masyarakat lokal secara aktif dalam proses pembangunan. Festival Lestari 5 akan menjadi petualangan untuk membayangkan dan memulai langkah nyata pengembangan bisnis dan investasi dengan pendekatan inovasi berbasis alam.”
Mitra dan undangan yang hadir dalam Festival Lestari akan berkesempatan untuk berkenalan dengan kearifan lokal, kekayaan alam, komoditas, pariwisata hinga budaya dan kuliner dalam program Telusur Lestari. Program ini dibagi menjadi lima tujuan.
Pertama, Telusur Rasa Lestari (Sustainable Culinary Journey) untuk menggali kembali cerita dan sejarah menu lokal di Kabupaten Sigi. Dengan menggandeng mitra dari Kaum Restaurant, Cork & Screw Restaurant, Nasi Peda Pelangi, Masak TV, Parti Gastronomi, dan Kang Duren.
Kedua, Telusur Wisata & Budaya Lestari untuk melihat potensi yang bisa dikembangkan di kawasan Danau Lindu–yang terkenal dengan laboratorium Lore Lindu.
Ketiga, Telusur Alam Lestari untuk mengunjungi Hutan Ranjuri, salah satu hutan purba yang ada di Sulawesi Tengah dengan lokasi yang tak jauh dari kota. Kami sedang mengembangkan program Adopsi Pohon untuk Hutan Ranjuri berkolaborasi dengan Jejak.in dan Gojek Indonesia.
Keempat, Petualang Lestari lewat olahraga paralayang di lokasi Paralayang Wayu yang merupakan salah satu titik terbaik untuk olahraga paralayang di Indonesia dan ASEAN. Sambil menunggu, peserta akan disajikan kopi Sigi dan durian lezat dari Desa Dombu.
Kelima, Telusur Komoditas Lestari, mengunjungi lokasi produksi dari komoditas-komoditas yang diangkat. Antara lain kakao di Desa Omu, bambu di Desa Salua, dan sereh wangi, vanili, dan pengembangan palmarosa di Desa Pulu.(71)
Komentar